Saturday, August 6, 2011

PENGAKUAN IMAM MA'SUM YANG DIMARAHI NABI SAW

Pengakuan Imam Ma’shum bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam Pernah Marah Kepadanya

July 28, 2011 by alfanarku

Abu Al-Jauzaa’ :, 28 Juli 2011

Pernahkah Anda membaca tulisan orang-orang Syi’ah yang mendiskreditkan para shahabat ? Aha,… saya yakin banyak Pembaca pernah menemuinya walau hanya sekali. Mereka banyak menukil hadits-hadits dari kutub Ahlus-Sunnah dengan cara memanipulasi atau membawa makna dan maksud pada tempat yang tidak semestinya. Apalagi sekarang banyak Ahlus-Sunnah gadungan, orang Syi’ah yang tidak mengakui kesyi’ahannya namun membawa semangat shahabatphobia atau ahlus-sunnah phobia.

Salah satu syubhat tumpul yang mereka lontarkan adalah bahwasannya Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu telah membuat marah Faathimah bintu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam kasus tanah Fadak[1], yang katanya, kemarahan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa itu sama dengan kemarahan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Satu sisi mereka menisbatkan ‘dosa’ kepada Abu Bakr, namun pura-pura bodoh bahwa ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu lah yang menyebabkan Faathimah marah sehingga bersabda : ““Faathimah adalah bagian dariku. Barangsiapa yang membuatnya marah, itu artinya juga membuatku marah”.

Kasus pilah-pilih riwayat versi Ahlus-Sunnah gadungan yang dilakonkan orang-orang Syi’ah ini memang bukan sekali atau dua kali, tapi sering.[2]

Nah, sekarang saya ajak Pembaca sekalian untuk menyaksikan pengakuan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah marah dan menghardik dirinya.

حدثنا أبو اليمان قال: أخبرنا شعيب، عن الزهري قال: أخبرني علي بن الحسين: أن الحسين بن علي أخبره: أن علي بن أبي طالب أخبره: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم طرقه وفاطمة بنت النبي عليه السلام ليلة، فقال: (ألا تصليان). فقلت: يا رسول الله، أنفسنا بيد الله، فإذا شاء أن يبعثنا بعثنا، فانصرف حين قلنا ذلك ولم يرجع إلي شيئا، ثم سمعته وهو مول، يضرب فخذه، وهو يقول: {وكان الإنسان أكثر شيء جدلا}.

Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Aliy bin Al-Husain : Bahwasannya Al-Husain bin ‘Aliy pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi dan membangunkannya dan Faathimah di satu malam, lalu bersabda : “Tidakkah kalian berdua akan shalat (tahajjud) ?”. Lalu aku (‘Aliy) menjawab : “Wahai Rasulullah, jiwa-jiwa kami berada di tangan Allah. Seandainya Dia berkehendak untuk membangunkan kami, niscaya Dia akan membangunkan kami”. Maka beliau berpaling ketika kami mengatakan hal itu dan tidak kembali lagi. Kemudian kami mendengar beliau membaca firman Allah sambil memukul pahanya : ‘Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS. Al-Kahfi : 54)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1127. Lihat juga no. 4724 & 7347 & 7465].

Dalam riwayat lain dari jalan Hakiim bin Hakiim :

حدثنا يعقوب حدثنا أبي عن ابن إسحق حدثني حكيم بن حكيم بن عباد بن حنيف عن محمد بن مسلم بن عبيد الله بن شهاب عن علي بن حسين عن أبيه عن جده علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال: دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلى فاطمة رضي الله عنها من الليل فأيقظنا للصلاة قال: ثم رجع إلى بيته فصلى هويا من الليل قال: فلم يسمع لنا حسا قال: فرجع الينا فأيقظنا وقال: قوما فصليا قال: فجلست وأنا أعرك عيني وأقول: إنا والله ما نصلي إلا ما كتب لنا إنما أنفسنا بيد الله فإذا شاء أن يبعثنا بعثنا قال: فولى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو يقول ويضرب بيده على فخذه: ما نصلي إلا ما كتب لنا ما نصلي إلا ما كتب لنا وكان الإنسان أكثر شيء جدلا.

Telah menceritakan kepada kami Ya’quub : Telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaaq : Telah menceritakan kepadaku Hakiim bin Hakiim bin ‘Abaad bin Hunaif, dari Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin Syihaab, dari ‘Aliy bin Husain, dari ayahnya, dari kakeknya, ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemuiku dan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa pada suatu malam untuk membangunkan kami mengerjakan shalat tahajjud. Kemudian beliau kembali ke rumahnya, lalu shalat di sebagian waktu malam . Kami tidak mendengar suara apapun. Lalu beliau kembali kepada kami dan membangunkan kami. Beliau bersabda : “Wahai kaum, shalatlah kalian berdua”. Lalu aku pun duduk sambil mengucek-ucek mataku. Aku berkata : “Sesungguhnya kami, demi Allah, tidak akan shalat kecuali apa-apa yang telah diwajibkan kepada kami. Hanya saja, iwa-jiwa kami berada di tangan Allah. Apabila Dia menghendaki untuk membangunkan kami, niscaya Dia akan membangunkan kami”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun pergi, dan beliau bersabda sambil memukul pahanya dengan tangannya : “Kami tidak akan shalat kecuali apa-apa yang telah diwajibkan kepada kami, kami tidak akan shalat kecuali apa-apa yang telah diwajibkan kepada kami. ‘Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS. Al-Kahfi : 54)” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/91; sanadnya hasan].

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam marah dan kecewa dengan jawaban ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu yang membantah ketika diajak shalat tahajjud, hingga beliau membaca ayat : “Manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah” (QS. Al-Kahfiy : 54) sambil memukul pahanya.

Jika orang Syi’ah itu mengatakan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu telah membuat marah Faathimah – yang itu sama dengan membuat marah Nabi – , maka sekarang bagaimana dengan ‘Aliy yang langsung membuat marah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?.

Jika Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu beralasan ketika menolak permintaan Faathimah dikarenakan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam[3], maka di sini ‘Aliy enggan dengan alasan : ‘Jiwa-jiwa kami berada di tangan Allah. Seandainya Dia berkehendak untuk membangunkan kami, niscaya Dia akan membangunkan kami’.

Jika permintaan Faathimah atas tuntutan tanah Fadak dipandang Abu Bakr sebagai satu kekeliruan, maka permintaan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membangunkan ‘Aliy dan Faathimah jelas merupakan ajakan ketaatan dipandang dari sudut manapun.

Atau,….. dikarenakan ‘Aliy itu harus ma’shum, tidak boleh salah sedikit pun, barangkali ada orang Syi’ah yang kerdil akalnya akan menyalahkan Nabi ?.

Dapatkah orang Syi’ah itu berlaku adil dalam penyikapannya atas diri Abu Bakr (dan juga shahabat lainnya) dengan penyikapannya atas diri ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum ?.

Ingat, hadits di atas diriwayatkan dari jalur Ahlul-Bait yang dituturkan sendiri oleh ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.

Sikap kritis mereka yang suka mencari-cari kekeliruan shahabat, tiba-tiba lenyap. Maka, jangan heran jika mereka tiba-tiba terserang penyakit amnesia atau buta aksara, pura-pura menutup mata atas riwayat di atas atau yang semisalnya.

Adapun Ahlus-Sunnah, sangat menghormati shahabat, tidak mencari-cari kesalahan mereka. Shahabat, betapapun tinggi kedudukan mereka, tidak lepas dari kekeliruan yang sifatnya manusiawi. Tidak terkecuali dengan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. Namun kekeliruan mereka itu terkalahkan dengan kebaikan mereka yang sangat banyak. Semoga Allah memberikan balasan jannah kepada mereka, dan siapa saja yang mencontoh mereka dalam kebaikan.

Semoga sedikit yang ditulis di sini ada manfaatnya.

Wallaahu a’lam.

[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciomas, bogor, 16610 – akhir bulan Sya’ban 1432 H].

[3] Yaitu sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ

‘Kami tidak mewariskan dan apa yang kami tinggalkan semuanya sebagai shadaqah’.

[1] Silakan baca bahasannya di :

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Mewariskan Tanah Fadak kepada Faathimah

Ahlul-Bait Menyepakati Keputusan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhu dalam Masalah Tanah Fadak

[2] Silakan baca :

Ahlul-Bait Termasuk Yang Terusir Dari Haudl

Konsisten dalam Inkonsisten


Sumber:http://alfanarku.wordpress.com/2011/07/28/pengakuan-imam-ma’shum-bahwa-nabi-shallallaahu-‘alaihi-wa-sallam

No comments:

Post a Comment