Sunday, August 7, 2011

Keutamaan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas Ali radhiyallahu ‘anhu, Bantahan Terhadap Syi’ah

Keutamaan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas Ali radhiyallahu ‘anhu, Bantahan Terhadap Syi’ah

May 21, 2010 by alfanarku

Ada seorang penulis blog Syi’ah yang mencoba membantah artikel kami http://alfanarku.wordpress.com/2010/05/06/abu-bakar-kemudian-umar-umat-terbaik-1/ Tetapi setelah kami teliti ternyata bantahan penulis tersebut hanya bantahan basa-basi, dimana dia sendiri seringkali menuduh orang lain berargumentasi “basa-basi”. Mari kita teliti satu per satu.

Penulis syi’ah tersebut mengatakan :

Salafy sok berasa-rasa sebagai pemilik hadis-hadis sunni. Kalau salafy bisa menegakkan keyakinan mahzabnya dengan hadis-hadis sunni maka mengapa pula orang islam lain tidak bisa menegakkan keyakinannya dengan hadis-hadis sunni.

Ok lah silahkan Syi’ah berhujjah dengan hadits-hadits sunni dan sok berasa sebagai pemilik hadits-hadits sunni, tetapi yang konsisten dong kalau berhujjah, bukannya mengais-ais riwayat-riwayat yang tidak mu’tabar untuk mendukung keyakinannnya dengan mengabaikan riwayat-riwayat mu’tabar yang begitu jelas melawan keyakinannya, maka gaya seperti itu adalah gaya orientalis yang tidak ada nilainya sama sekali di sisi kami.

Selanjutnya penulis syi’ah tersebut menulis di blog-nya :

Kami akan menunjukkan kepada para pembaca, contoh inkonsistensi salafy dalam berhujjah dengan hadis-hadis sunni. Kami akan membahas hadis-hadis yang dijadikan dalil keyakinan salafy untuk mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali. Diantara mereka ada yang mengatakan kalau mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah ijma’ para sahabat dan kaum muslimin. Perkataan ini tidaklah benar, para sahabat sendiri berselisih mengenai siapa yang paling utama, diantara sahabat Nabi ada yang mengutamakan Imam Ali diantara semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar] seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr

وروى عن سلمان وأبى ذر والمقداد وخباب وجابر وأبى سعيد الخدرى وزيد بن الأرقم أن على بن ابى طالب رضى الله عنه أول من أسلم وفضله هؤلاء على غيره

Diriwayatkan dari Salman, Abu Dzar, Miqdad, Khabbab, Jabir, Abu Said Al Khudri dan Zaid bin Al Arqam bahwa Ali bin Abi Thalib RA adalah orang yang pertama masuk islam dan mereka mengutamakan Ali dibanding sahabat yang lain [Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr 3/1090]

Ibnu Abdil Barr ketika menuliskan biografi salah seorang sahabat Nabi yaitu Amru bin Watsilah dengan kuniyah Abu Thufail, ia mengatakan kalau Abu Thufail seorang yang bertasyayyu’ mengutamakan Imam Ali di atas syaikhan yaitu Abu Bakar dan Umar [Al Isti’ab Ibnu Abdil Barr 4/1697].

Perselisihan soal tafdhil ini tidak hanya terjadi di kalangan para sahabat tetapi juga di kalangan kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hazm

اختلف المسلمون فيمن هو أفضل بعد الأنبياء عليهم السلام , فذهب بعض أهل السنة , وبعض المعتزله , وبعض المرجئة , وجميع الشيعة , إلى أن أفضل الأمة بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم علي بن أبي طالب رضي الله عنه , وقد روينا هذا القول نصاً عن بعض الصحابة رضي الله عنهم , وعن جماعة من التابعين والفقهاء , و ذهب بعض أهل السنة ,وبعض المعتزله , وبعض المرجئة , إلى أن أفضل الصحابة بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم ,أبوبكر ,ثم عمر .

Kaum muslimin berselisih mengenai siapa yang paling utama setelah para Nabi [alaihis salam]. Sebagian ahlu sunnah, sebagian mu’tazilah, sebagian murji’ah dan seluruh syiah menyatakan bahwa di kalangan umat yang paling utama setelah Rasulullah SAW adalah Ali bin Abi Thalib RA. Dan diriwayatkan dari sebagian sahabat, jama’ah tabiin dan fuqaha, sebagian ahlus sunnah, sebagian mu’tazilah dan sebagian murjiah yang menyatakan sahabat yang paling utama setelah Rasulullah SAW adalah Abu Bakar kemudian Umar [Al Fishal Ibnu Hazm 4/181]

Cukuplah kita jawab syubhat orang syi’ah tersebut, bahwa memang ada beberapa sahabat yang mengutamakan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, tetapi dibandingkan jumlah sahabat yang melebihkan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas Ali radhiyallahu ‘anhu jumlah mereka adalah sangat kecil, sementara yang mendahulukan syaikhain atas Ali adalah mayoritas. Sehingga pendapat dari beberapa orang yang berbeda tidak merusak keabsahan ijma’ para sahabat dalam mendahulukan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma di atas Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Maka sungguh kata-kata basa-basi ketika penulis syi’ah tersebut mengatakan bahwa kesepakatan dalam hal tersebut adalah bukan kesepakatan sunni tetapi kesepakatan salafy, padahal salafusshaleh dengan ahlussunnah tidak ada bedanya.

Kemudian penulis syi’ah itu berusaha dengan jalan berputar-putar (yang kami lihat karena dia sudah kehabisan argumentasi, sehingga mulai mengada-ada) untuk membantah keabsahan atsar dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa para sahabat mengutamakan Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Lucunya orang syi’ah ini menambahkan riwayat yang kami tidak memunculkannya di blog kami, dan seolah-olah memaksa kami untuk mengikuti cara pendalilan dia dengan riwayat tambahan tersebut, seperti biasa orang syi’ah kalau sudah tidak ada kata-kata dia akan berusaha melebar kemana-mana.

Yang kami jadikan dalil adalah atsar Ibnu Umar berikut ini :

Diriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Ibnu Umar:

كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخاري فتح الباري ج 7 ص 16).

Kami membanding-bandingkan di antara manusia di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman bin Affan. (HR. Bukhari)

Dalam lafazh lain dikatakan:

كُنَّا نَقُوْلُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ أَفْضَلُ أُمَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ أَبُوْ بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. رواه أبو داود في كتاب السنة باب التفضيل انظر عون المعبود ج 8 صلى الله عليه و سلم 381 والترمذي وقال حديث حسن صحيح)

Kami mengatakan dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup bahwa yang paling utama dari umat nabi shallallahu `alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman.

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi berkata: Hadits hasan)

Dua hadits ini merupakan dalil yang qath’i (pasti) karena Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan dua kalimat yang penting yang menunjukkan bahwa ucapannya tidak memiliki muatan subyektif. Pertama, kalimat tersebut adalah: “Kami membanding-bandingkan…”, atau “Kami mengatakan……”. Kedua kalimat tersebut menunjukkan bahwa ucapan itu adalah ucapan para shahabat seluruhnya dan tidak ada seorang pun dari mereka yang membantahnya.

Kalimat kedua adalah ucapan beliau: “Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup…” atau dalam lafazh lain: “di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam…..”. Ucapan ini menunjukkan bahwa ucapan para shahabat tersebut didengar dan disaksikan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, dan beliau shallallahu `alaihi wa sallam tidak membantahnya. Inilah yang dinamakan oleh ahlul hadits dengan hadits taqriri yang merupakan hujjah dan dalil yang qath’i.

Syi’ah tersebut membantah :

Atsar Ibnu Umar ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih tetapi menjadikan hadis ini dalil keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah tidak tepat. Hal ini disebabkan bahwa apa yang dinukil dari Ibnu Umar hanyalah pendapat sebagian sahabat saja dan riwayat Ibnu Umar di atas itu tidak lengkap, riwayat yang lebih lengkap adalah sebagai berikut

أخبرنا عبدالله قال ثنا سلمة بن شبيب قال مروان الطاطري قال ثنا سليمان بن بلال قال ثنا يحيى بن سعيد عن نافع عن ابن عمر قال كنا نفضل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم أبا بكر وعمر وعثمان ولا نفضل أحدا على أحد

Telah mengabarkan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Salamah bin Syabib yang berkata Marwan Ath Thaathari berkata menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal yang berkata menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata “kami mengutamakan di masa hidup Rasulullah SAW Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian kami tidak mengutamakan satupun dari yang lain” [As Sunnah Al Khallal no 580]

Atsar Ibnu Umar di atas juga shahih. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal seorang imam yang tsiqat [At Taqrib 1/477]. Salamah bin Syabib perawi Muslim yang tsiqat [At Taqrib 1/377] dan Marwan bin Muhammad Ath Thaathari perawi Muslim yang tsiqat [At Taqrib 2/172].

Riwayat Al-Khalal memang dapat dijadikan syawahid dan tidak terlihat pertentangan diantara dua atsar tersebut.

Mari kita lihat apa sebenarnya yang ingin penulis Syi’ah tersebut ungkapkan dengan pengalihan riwayat tersebut.

Syi’ah itu menulis :

Kami jawab : Jika memang kita harus menuruti logika salafy di atas maka atsar Ibnu Umar menunjukkan dalil yang qath’i bahwa semua sahabat berpandangan orang yang paling utama setelah Nabi SAW adalah Abu Bakar, Umar dan Utsman kemudian mereka tidak mengutamakan satupun dari yang lain termasuk Imam Ali. Anehnya justru kesimpulan ini sangat bertentangan dengan keyakinan mahzab salafy, mengingat mereka sendiri mengutamakan Imam Ali sebagai yang keempat di atas sahabat yang lain. Menurut salafy, sahabat yang paling utama itu adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian Ali. Bukankah ini sangat bertentangan dengan atsar Ibnu Umar di atas bahwa setelah Utsman semua sahabat tidak mengutamakan satupun dari yang lain?. Ini adalah bukti pertama inkonsistensi salafy dalam berhujjah. Mereka berhujjah dengan gaya sepotong-sepotong, mengambil penggalan hadis yang sesuai dengan akidahnya saja.

Aha ini dia ternyata yang ingin dia sampaikan, saya yakin pembaca sudah mulai melihat jalan argumentasi dia yang berputar-putar untuk membantah atsar Ibnu Umar di atas.

Kita jawab :

1. Kami menggunakan atsar yang lebih mu’tabar daripada atsar yang dia munculkan, bagi kami atsar dari kitab As-Sunnah Al-Khalal adalah sebagai penguat, dan tidak bertentangan dengan atsar Ibnu Umar riwayat Bukhari dan yang lainnya.
2. Seandainya kita turuti logika syi’ah ini, maka keabsahan atsar Ibnu Umar ini tidak lah berkurang dimana orang syi’ah itu sendiri juga mengakui keshahihan riwayat tersebut.
3. Tidak ada inkonsistensi pada Sunni dalam mendahulukan Abu Bakar dan Umar di atas Ali, sedangkan antara Utsman dan Ali memang banyak khilaf diantara ulama mengenai siapa yang lebih utama diantara mereka. Tetapi sebagian besar ahlussunnah mengurutkan sebagaimana atsar Ibnu Umar yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman baru kemudian yang ke empat Ali radhiyallahu ‘anhum berdasarkan urutan kekhalifahan.
4. Yang dipermasalahan syi’ah tersebut adalah bahwa menurut Ibnu Umar di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah Abu Bakar, Umar dan Utsman, sahabat tidak mengutamakan satupun sahabat yang lain. Kami memahaminya bahwa di masa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam demikian lah yang terjadi, setelah beliau wafat baru ada beberapa sahabat yang mengutamakan sahabat yang lain selain tiga syaikh di atas. Diantaranya ada beberapa sahabat yang mengutamakan Ali radhiyallahu ‘anhu. Jadi apanya yang inkonsisten?.
5. Dan pengutamaan tiga syaikh tersebut di masa Nabi menunjukkan bahwa secara taqrir beliau tidak membantahnya alias menyetujuinya.

Kemudian tiba-tiba saja orang Syi’ah itu lari ke permasalahan Mut’ah yang tidak ada kaitannya dengan artikel kami yang dia bantah, cukuplah bahwa Mut’ah telah diharamkan pada perang khaibar, bahkan salah satu riwayat yang shahih adalah dari Imam Ali sendiri, maka benarlah pendapat dari sunni atau salafy bahwa perkataan Jabir bin Abdullah bahwa ada beberapa sahabat yang masih melakukan mut’ah pada masa Abu Bakr dan Umar adalah mereka yang belum mengetahui pengharaman Mut’ah, oleh karena itu Umar kemudian menegaskan lagi akan keharaman Mut’ah saat beliau berkuasa. Maka jika mut’ah sudah diharamkan status bagi pelakunya adalah zinah, sedangkan yang belum tahu tidaklah disebut sebagai pelaku zinah sampai mereka tahu. Maka seharusnya tidak usah tersinggung jika orang yang melakukan mut’ah pada masa ini disebut sebagai pelaku zinah. Tetapi kami tidak akan membahasnya lebih lanjut di sini karena kami belum pernah memposting soal Mut’ah, maka pembahasannya pada topic yang tersendiri Insya Allah.

Selanjutnya penulis syi’ah tersebut menulis:

Kembali ke atsar Ibnu Umar di atas kami menafsirkan perkataan Ibnu Umar itu hanyalah pendapat sebagian sahabat saja dan tidak memiliki landasan qath’i dari Rasulullah SAW karena

Telah disebutkan sebelumnya kalau diantara para sahabat ada yang mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar. Selain itu telah shahih riwayat Jabir bin Abdullah yang mengatakan kalau Imam Ali adalah manusia terbaik dalam riwayat Jabir ini pun terdapat lafaz “kami”]

Kita jawab,

Pertama, bahwa penafsiran orang itu keliru, justru atsar Jabir bin Abdullah tidak bisa dibandingkan dengan atsar Ibnu Umar di atas, karena dalam sanadnya terdapat rawi-rawi yang diperbincangkan serta tertuduh syi’ah dan riwayat Jabir tersebut jika shahih justru adalah mewakili kelompok minoritas dari sahabat yang mendahulukan Ali radhiyallahu ‘anhu dan terindikasi hal tersebut terjadi jauh setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam wafat yaitu pada masa fitnah antara Ali dan Mu’awiyah, hal itu diketahui bahwa saat Jabir bin Abdullah ditanya soal Ali, alisnya sudah menutupi matanya (sudah tua), maka benar perkataan Jabir, bahwa Imam Ali adalah manusia yang paling utama karena setelah wafatnya Utsman radhiyallahu ‘anhu, tidak ada lagi manusia yang sebanding atau melebihi Imam Ali. Sedangkan sahabat di jaman Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berjumlah kurang lebih 114 ribu orang mayoritas sebagaimana dikatakan Ibnu Umar mendahulukan Abu Bakar, Umar dan Utsman, itulah ijma’ para sahabat yang tidak akan hilang keabsahannya dengan pendapat beberapa orang yang berbeda.

Kedua, Memang dalam riwayat Jabir terdapat riwayat “kami”, tetapi tidak menunjukkan apakah di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam atau setelahnya, sedangkan riwayat Ibnu Umar sangat jelas, pengutamaan Abu Bakar, Umar dan Utsman terjadi pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketiga, bukti yang menunjukkan bahwa para sahabat telah berijma’ atas lebihnya Abu Bakar di atas sahabat yang lain adalah terpilihnya beliau sebagai khalifah yang di bai’at oleh sebagian besar kaum Muhajirin dan Anshar. Dalam riwayat yang panjang kaum Anshar langsung menyambut ajakan Umar untuk membai’at Abu Bakar karena mengakui bahwa Abu Bakar adalah manusia terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

Umar berkata, “Tetapi engkaulah yang lebih pantas kami bai’at engkaulah pemimpin kami, orang yang paling baik di antara kami dan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah saw. daripada kami.” Maka Umar segera meraih tangán Abu Bakar dan membai’atnya akhirnya orang-orangpun turut membaiatnya pula. (HR Bukhari)

Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepadaku Muawiyah dari Amru dia berkata, telah berkata kepada kami Zaidah, dia berkata, telah berkata kepada kami Ashim, dan telah berkata kepadaku Husain bin Ali dari Zaidah dari Ashim dari Abdullah yaitu Ibnu Mas’ud- ia berkata, ‘Tatkala Rasulullah saw. wafat, orang-orang Anshar berkata, dari kami ada seorang amir dan dari kalian ada seorang amir pula, maka Umar mendatangi mereka dan berkata, ‘Wahai kaum Anshar, bukankah kalian mengetahui bahwa Rasulullah saw. telah memerintahkan Abu Bakar menjadi Imam manusia? Siapa di antara kalian yang mengakui bahwa hatinya lebih mulia daripada Abu Bakar?’ Maka kaum Anshar berkata, ‘Na ‘udzubillah bila kami mengaku lebih mulia dari Abu Bakar. (Al-Musnad 1/213 tahqiq Ahmad Syakir dan dia berkata, “Sanadnya shahih.”)

Imam Nasa’i meriwayatkannya dari Ishaq bin Rahawaih dan Hannad bin as-Suuri dari Husain bin Ali al-Ju’fi dari Zaidah’.”( As-Sunan al-Kubra, kitab al-Imarah wa al-Jama’ah, bab no. 1 hadits no. 853 1/279)

Imam Ali al-Madini meriwayatkan dari Husain bin Ali sambil berkata, “Shahih dan aku tidak mengetahuinya melainkan dari jalan Zaidah dari Ashim, dan Imam Nasa’i juga meriwayatkannya dari jalan Salamah bin Nubaith, dari Nuaim bin Abi Hind, dari Nubaith bin Syarith dari salim bin Ubaid dari Umar dengan makna yang sama.( As-Sunan al-Kubra, kitab al-Imarah wa al-Jama’ah, bab no. 1 hadits no. 853 1/279, kitab at-Tafsir, bab no.168 hadits no. 1Í219 6/355)

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab semakna dengan riwayat di atas dari jalur lain, dan dari jalur Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Abi Bakar dari az-Zuhri dari UbaiduUah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Umar, dia berkata, Wahai kaum muslimin sesunguhnya yang paling berhak menggantikan Rasulullah saw. adalah sahabatnya yang menyertainya dalam gua. Dialah Abu Bakar yang selalu terdepan dan paling di utamakan. Kemudian segera kutarik tangannya dan ternyata ada seorang Anshar yang lebih dahulu menariknya dan membaiatnya sebelum aku sempat meraih tangannya. Setelah itu baru aku membaiatnya dengan tanganku yang kemudian diikuti oleh orang ramai.”(Lihat Sirah Ibnu His/am 4/412)

Muhammad bin Sa’ad meriwayatkan dari Arim bin al-Fadhl dari Ham-mad bin Zaid dari Yahya bin Sa’id dari al- Qashim bin Muhammad, kemudian ia mulai menyebutkan kisah yang semakna dengan sebelumnya. Namun dalam riwayat ini disebutkan nama orang Anshar yang pertama kali membai’at Abu Bakar ash-Shiddiq ra. sebelum Umar bin al- Khaththab. Yaitu Basyir bin Sa’ad, ayah an-Nukman bin Basyir. (Ath-Thabaqatal-Kubra 3/182 namun riwayat ini mursal).

Peristiwa di atas sebagai bukti yang sangat kuat bahwa mereka (kaum Anshar) mengakui Abu Bakar sebagai manusia terbaik diantara mereka dan yang paling dicintai oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka mengikuti ajakan Umar untuk berbai’at kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Maka sungguh lucu sekali hujjah orang Syi’ah tersebut.

Az-Zuhri berkata, “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, ‘Aku mendengar Umar berkata pada hari itu kepada Abu Bakar, ‘Naiklah ke atas mimbar,’ maka iapun terus menuntut hingga Abu Bakar akhirnya naik ke atas mimbar dan dibai’at oleh seluruh kaum muslimin. Muhammad Ibnu Ishaq berkata Telah berkata kepadaku az-Zuhri dia berkata, ‘Telah berkata kepadaku Anas bin Malik, dia berkata, ‘Ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya ia duduk di atas mimbar sedang Umar berdiri disampingnya memulai pembicaran sebelum Abu Bakar berbicara. Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan sanjungan. Kemudian berkata, ‘Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak kudapati dalam Kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah saw. padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah saw. akan hidup dan terus mengatur urusan kita -maksudnya bahwa Rasulullah saw. akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat, dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabNya yang membimbing Rasulullah saw. maka jika kalian berpegang teguh dengannya Allah pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing NabiNya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah saw. dan orang yang kedua ketika ia dan Rasulullah saw. bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya.’ Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya di bai’at di Saqifah. [Sirah Ibnu Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana ia menshahihkannya].

Peristiwa di atas sebagai bukti yang sangat kuat bahwa baik kaum Muhajirin maupun Anshar mengakui bahwa Abu Bakar adalah orang yang terbaik diantara mereka, oleh karena itu mereka membai’at Abu Bakar, jika apa yang dikatakan Umar adalah suatu kekeliruan, tentu mereka tidak akan membai’at Abu Bakar. Ini logika yang sangat sederhana, tetapi anehnya orang syi’ah itu suka berbasa-basi. Maka riwayat Jabir bin Abdullah tersebut tidak ada artinya dibandingkan bukti-bukti yang nyata di atas.

Kemudian si penulis syi’ah ini menulis :

* Telah shahih dari Rasulullah SAW berbagai hadis yang mengutamakan Imam Ali di atas para sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar]

Kita mengakui bahwa begitu banyak hadits-hadits tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu tetapi sekali lagi keutamaan-keutamaan tersebut bukanlah merupakan bukti bahwa keutamaan Ali melebihi Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhum.

Penulis Syi’ah tersebut menulis sebagai berikut :

Kami sudah cukup banyak menuliskan hadis Rasulullah SAW tentang keutamaan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar, kami akan menyebutkan salah satunya

عن عبد الله رضى الله تعالى عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة وأبوهما خير منهما

Dari Abdullah RA yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Hasan dan Husain Sayyid [Pemimpin] pemuda surga dan Ayah mereka lebih baik dari mereka” [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4779, Al Hakim dan Adz Dzahabi menshahihkannya]

Jika pengikut salafy itu mengakui kalau para sahabat [termasuk Abu Bakar dan Umar] adalah pemuda ahli surga maka tidak bisa tidak Sayyid bagi mereka adalah Imam Hasan dan Imam Husain. Kedudukan “Sayyid” menunjukkan kalau keduanya lebih utama dari para sahabat Nabi [yang juga termasuk pemuda ahli surga]. Jika Imam Ali dikatakan oleh Rasulullah SAW lebih baik atau utama dari Sayyid pemuda ahli surga maka sudah jelas Imam Ali lebih utama dari semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar]. Dalil ini yang lebih pantas dikatakan dalil qath’i.

عن بن عباس قال بعثني النبي صلى الله عليه وسلم الى علي بن أبي طالب فقال أنت سيد في الدنيا وسيد في الآخرة من احبك فقد احبني وحبيبك حبيب الله وعدوك عدوي وعدوي عدو الله الويل لمن ابغضك من بعدي

Dari Ibnu Abbas yang berkata “Nabi SAW mengutusku kepada Ali bin Abi Thalib lalu Beliau bersabda “Wahai Ali kamu adalah Sayyid [pemimpin] di dunia dan Sayyid [pemimpin] di akhirat. Siapa yang mencintaimu maka sungguh ia mencintaiku, kekasihmu adalah kekasih Allah dan musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Celakalah mereka yang membencimu sepeninggalKu [Fadhail Shahabah Ahmad bin Hanbal no 1092, dengan sanad yang shahih]

Hadis ini adalah dalil qath’i kalau Imam Ali lebih utama dari semua sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar dan Umar] karena Rasulullah SAW menyatakan dengan jelas kedudukan Imam Ali sebagai “Sayyid” baik di dunia maupun di akhira

Kita jawab,

Pertama, Al-Imam Ibnu Majah rahimahullah berkata :

حدثنا هشام بن عمار ثنا سفيان عن الحسن بن عمارة عن فراس عن الشعبي عن الحارث عن علي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر وعمر سيدا كهول أهل الجنة من الأولين والآخرين إلا النبيين والمرسلين لا تخبرهما يا علي ما داما حيين

Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan (bin ‘Uyainah), dari Al-Hasan bin Al-‘Umaarah, dari Firaas, dari Asy-Sya’biy, dari Al-Haarits, dari ‘Aliy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Abu Bakr dan ‘Umar adalah dua orang pemimpin bagi orang-orang dewasa penduduk surga, dari kalangan terdahulu maupun yang kemudian selain para Nabi dan Rasul. Jangan engkau khabarkan hal ini kepada mereka wahai ‘Aliy, selama mereka masih hidup” [Sunan Ibni Maajah no. 95].

Hadits ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3666, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 196 & 202 & 290, Al-Qathii’iy dalam tambahannya terhadap kitab Fadlaailush-Shahaabah no. 632 & 633 & 666, Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar no. 828-831, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 1965, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 1370, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 4/1489, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/67 no. 1373-1375, dan Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 6/148-149 & 7/617-618; dari beberapa jalan, dari Asy-Sya’biy, dari Al-Haarits Al-A’war, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana yang dijelaskan Al-Akh Abul-Jauzaa, hadits di atas adalah shahih bi-syawaahidihi, silahkan baca http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/03/keutamaan-abu-bakr-dan-umar-yang.html

Sedangkan bantahan orang syi’ah tersebut terhadap kedudukan hadits tersebut kami nilai tidak ada artinya sama sekali dan hanya mengada-ada saja.

Kedua, hadits-hadits di atas memang merupakan keutamaan Ali, Hasan dan Husein radhiyallahu ‘anhum, tetapi sekali lagi bukanlah bukti bahwa mereka lebih utama daripada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Perkataan sayyid pada hadits-hadits tersebut bukan berarti mereka menjadi sayyid mutlak bagi seluruh manusia, karena Nabi dan Rasul tidak mungkin di bawah kepemimpinan mereka, ini artinya sayyid di dalam syurga itu ada banyak dan ada beberapa tingkatan. Perhatikan Hasan dan Husein adalah sayyid, tetapi ternyata ada level sayyid di atas mereka yaitu Ali, demikian juga di atas Ali ada sayyid lagi yaitu Umar, di atasnya lagi Abu Bakar di atasnya lagi para Nabi dan Rasul dan sayyid tertinggi di dunia dan di akhirat adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka yang inkonsisten itu sebenarnya si penulis itu, tetapi hatinya tidak bisa menerima.

Kemudian si penulis Syi’ah tersebut mencoba melancarkan syubhat mengenai perkataan jelas Imam Ali atas Abu Bakar dan Umar :

Hadis lain yang sering dijadikan hujjah salafy untuk mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali adalah perkataan Imam Ali bahwa Abu Bakar dan Umar umat terbaik setelah Nabi SAW.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا جَامِعُ بْنُ أَبِي رَاشِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو يَعْلَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ قُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ قَالَ مَا أَنَا إِلَّا رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir yang berkata telah mengabarkan kepada kami Sufyan yang berkata telah menceritakan kepada kami Jami’ bin Abi Raasyid yang menceritakan kepada kami Abu Ya’la dari Muhammad bin Al Hanafiah yang berkata “aku bertanya kepada ayahku “siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam. Beliau menjawab “Abu Bakar”. Aku berkata “kemudian siapa?”. Beliau menjawab “Umar” dan aku khawatir ia akan berkata Utsman, aku berkata “kemudian engkau”. Beliau menjawab “Aku tidak lain hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin” [Shahih Bukhari no 3671]

Atsar Imam Ali di atas adalah atsar yang shahih tetapi kami tidak memahami atsar di atas seperti pemahaman salafy. Atsar di atas dengan jelas menunjukkan sikap tawadhu’ Imam Ali, buktinya adalah perkataan Imam Ali ketika ditanya tentang dirinya, Beliau menjawab “Aku tidak lain hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin”. Siapapun akan mengetahui berbagai keutamaan Imam Ali yang begitu tinggi dan dengan keutamaan tersebut Beliau jelas lebih utama dari lafaz “seorang laki-laki” tetapi Imam Ali mengatakannya untuk menunjukkan sikap tawadhu’ Beliau. Apakah salafy ketika berhujjah dengan hadis ini mereka menempatkan Imam Ali sebagai hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin?. Bukankah para sahabat, tabiin dan banyak umat muslim lain juga bisa dikatakan sebagai “seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin”. Lantas bagaimana bisa salafy mengutamakan Imam Ali sebagai yang keempat di atas sahabat lain dan para tabiin kalau Imam Ali sendiri beranggapan dirinya hanya seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin?.

Sudah jelas memaknai atsar di atas secara zahir justru menimbulkan inkonsistensi di sisi salafy. Kami tidak memahami atsar Imam Ali di atas secara zahir, bagi kami atsar di atas menunjukkan pujian Imam Ali kepada Abu Bakar dan Umar, dan bagaimana kedudukan mereka di antara sahabat lainnya. Imam Ali tidak sedang membicarakan kedudukan dirinya oleh karena itu ketika ditanya tentang dirinya, Beliau menjawab dengan perkataan yang menunjukkan sikap tawadhu’ bukan dengan perkataan yang menjelaskan kedudukan sebenarnya tentang dirinya. Sedangkan kedudukan sebenarnya Imam Ali telah jelas disebutkan dalam berbagai hadis shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam [diantaranya yang telah kami sebutkan sebelumnya]

حدثنا عبد الله قال حدثني أبو صالح الحكم بن موسى قثنا شهاب بن خراش قثنا الحجاج بن دينار عن حصين بن عبد الرحمن عن أبي جحيفة قال كنت أرى أن عليا أفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت يا أمير المؤمنين إني لم أكن أرى أن أحدا من المسلمين من بعد رسول الله أفضل منك قال أولا أحدثك يا أبا جحيفة بأفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت بلى قال أبو بكر قال أفلا أخبرك بخير الناس بعد رسول الله وأبي بكر قال قلت بلى فديتك قال عمر

Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shalih Al Hakam bin Musa yang menceritakan kepada kami Syihab bin Khirasy yang berkata telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Diinar dari Hushain bin Abdurrahman dari Abu Juhaifah yang berkata “Aku berpendapat bahwa Ali adalah orang yang paling utama setelah Rasulullah SAW, aku berkata “wahai amirul mukminin aku tidak melihat ada seseorang dari kalangan kaum muslimin setelah Rasulullah SAW yang lebih utama daripada engkau”. Ali berkata “tidakkah engkau mau kuberitahukan kepadamu wahai Abu Juhaifah orang yang paling utama setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku berkata “tentu”. Beliau berkata “Abu Bakar”. Kemudian beliau berkata “tidakkah engkau mau kuberitahukan padamu orang yang paling baik setelah Rasulullah [SAW] dan Abu Bakar. Aku berkata “tentu, beritahukanlah”. Beliau menjawab “Umar” [Fadhail Ash Shahabah no 404]

Sama seperti sebelumnya, kami memahami bahwa perkataan Imam Ali di atas adalah bagian dari sikap tawadhu’ Beliau. Perhatikan baik-baik Abu Juhaifah adalah seorang sahabat Nabi SAW dan pendapatnya kalau Imam Ali orang yang paling utama setelah Rasulullah SAW menunjukkan bahwa atsar Ibnu Umar sebelumnya memang tidak berlaku untuk seluruh sahabat melainkan hanya sebagian sahabat sedangkan sahabat lain seperti Abu Juhaifah memandang Imam Ali sebagai orang yang paling utama. Dalam hadis di atas Imam Ali tidaklah mengingkari, mencela, marah atau menghukum Abu Juhaifah karena pandangannya yang mengutamakan dirinya. Tentu saja hal ini menunjukkan bathilnya hadis yang dijadikan hujjah oleh salafy bahwa Imam Ali akan mencambuk atau menghukum mereka yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar. Bagi Imam Ali tidak ada masalah jika ada orang yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar.

Anehnya ketika ditunjukkan atsar dari Abu Bakar yang mengakui kalau dirinya bukanlah orang yang terbaik, salafy dengan mudahnya mengatakan bahwa itu adalah bagian dari sikap tawadhu’ Abu Bakar. Abu Bakar pernah berkhutbah dihadapan manusia

قال أما بعد أيها الناس فأني قد وليت عليكم ولست بخيركم فان أحسنت فأعينوني وإن أسأت فقوموني الصدق أمانة والكذب خيانة والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع عليه حقه إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف حتى آخذ الحق منه إن شاء الله لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل ولا تشيع الفاحشة في قوم إلا عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله فاذا عصيت الله ورسوله فلا طاعة لي عليكم قوموا الى صلاتكم يرحمكم الله

Ia berkata “Amma ba’du, wahai manusia sekalian sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku orang yang terbaik diantara kalian maka jika berbuat kebaikan bantulah aku. Jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku, kejujuran adalah amanah dan kedustaan adalah khianat. Orang yang lemah diantara kalian ia kuanggap kuat hingga aku mengembalikan haknya kepadanya jika Allah menghendaki. Sebaliknya yang kuat diantara kalian aku anggap lemah hingga aku mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya jika Allah mengehendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali Allah timpakan kehinaan dan tidaklah kekejian tersebar di suatu kaum kecuali adzab Allah ditimpakan kepada kaum tersebut. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan RasulNya. Tetapi jika aku tidak mentaati Allah dan RasulNya maka tiada kewajiban untuk taat kepadaku. Sekarang berdirilah untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian. [Sirah Ibnu Hisyam 4/413-414 tahqiq Hammam Sa’id dan Muhammad Abu Suailik, dinukil Ibnu Katsir dalam Al Bidayah 5/269 dan 6/333 dimana ia menshahihkannya].

Kalau diartikan secara zahir sudah jelas atsar Abu Bakar ini merupakan bantahan yang telak atas salafy. Bagaimana mungkin mereka mengakui kalau Abu Bakar orang yang paling baik setelah Rasulullah SAW kalau Abu Bakar sendiri justru mengakui kalau ia bukanlah orang yang terbaik diantara para sahabat Nabi. Jadi kalau hanya mengandalkan atsar sahabat maka akan muncul berbagai inkonsistensi dan kontradiksi. Satu-satunya pemecahan adalah dengan melihat berbagai hadis shahih dari Rasulullah SAW yang menunjukkan keutamaan dan kedudukan yang sebenarnya.

Perkataan orang syi’ah tersebut benar-benar basa-basi sehingga membuat kita tersenyum geli dengan bantahannya tersebut, begitu dipaksakan, mari kita jawab,

Pertama, Kita mengakui bahwa Imam Ali adalah seorang yang tawadhu’, tetapi pada perkataan beliau di atas beliau sedang menjawab pertanyaan dari anaknya siapakah orang yang terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, kemudian beliau menginformasikan kepada anaknya bahwa umat terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar kemudian Umar, dan beliau juga menolak anggapan Abu Juhaifah bahwa beliau adalah orang yang paling utama, justru beliau malah menawarkan informasi kepada Abu Juhaifah bahwa manusia terbaik adalah Abu Bakar bahkan kemudian beliau juga menawarkan informasi tentang siapa sesudah Abu Bakar yaitu Umar. Maka sungguh menggelikan logika orang Syi’ah tersebut, sehingga dia tidak bisa membedakan mana orang yang sedang bertawadhu dan mana orang yang sedang menginformasikan apa yang dia ketahui.

Kedua, Pada riwayat Muhammad Al-Hanafiyah di atas, beliau bertawadhu’ ketika beliau ditunjuk oleh anaknya pada urutan yang ketiga setelah Abu Bakar dan Umar, artinya Muhammad Al-Hanafiyah pun setuju dengan Bapaknya atas dilebihkannya Abu Bakar dan Umar. Tetapi ketika sampai pada urutan yang ketiga, ia takut jika ayahnya menyebut nama Utsman, makanya dia langsung menunjuk Ali , tetapi Ali bertawadhu’. dan ini berarti juga pengurutan keutamaan dari Abu Bakar, Umar kemudian Utsman adalah hal yang masyhur saat itu, sehingga Muhammad Al-Hanafiyah bisa mengetahuinya.

Ketiga, Abu Juhaifah menganggap bahwa Ali adalah manusia paling utama pada saat Ali sedang berkuasa, dimana kita tahu bahwa pada masa itu muncul yang namanya Syi’ah Ali, artinya kelompok yang mendukung Ali akibat situasi fitnah yang terjadi.

Keempat, penulis Syi’ah tersebut menyerupakan perkataan Imam Ali dengan perkataan Abu Bakar saat berpidato dalam pelantikannya sebagai bentuk sikap tawadhu’, padahal sungguh nyata beda dari kedua perkataan tersebut. Mari kita bandingkan, Imam Ali menyebutkan nama-nama orang yang terbaik setelah Nabi dengan konsisten pada saat ditanya oleh putra beliau dan juga ketika ditanya oleh Abu Juhaifah, jika memang beliau sedang bertawadhu’, mengapa beliau selalu konsisten menyebut Abu Bakar dan Umar di setiap pertanyaan yang berkaitan dengan keutamaan? Apakah tidak ada nama sahabat yang lain selain Abu Bakar dan Umar? ada apa dengan Abu Bakar dan Umar? Mengapa harus selalu Abu Bakar dan Umar yang beliau sebutkan? Maka pengkhususan beliau terhadap Abu Bakar dan Umar yang konsisten tersebut menunjukkan dengan sangat gamblang bahwa di mata beliau Abu Bakar dan Umar adalah manusia terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan pengertian yang sebenarnya, bukankah lebih mudah seperti perkataan Abu Bakar jika mau bertawadhu’ “aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian”.

Sedangkan perkataan Abu Bakar yang menunjukkan ketawadhu’annya, beliau hanya berkata “aku bukanlah yang terbaik diantara kalian” dan beliau sama sekali tidak menyebut nama siapa yang terbaik diantara sahabat selain dirinya tersebut. Padahal jelas hampir seluruh kaum Muhajirin dan Anshar mengakui keutamaan beliau dengan jalan berbai’at kepada beliau beberapa saat sebelum beliau mengucapkan hal itu. sebagaimana riwayat-riwayat yang telah kami sebutkan di atas.

Kelima, terdapat riwayat-riwayat yang mutawatir mengenai pengakuan Imam Ali bahwa manusia terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar kemudian Umar saat beliau berkhutbah tanpa ada indikasi bahwa beliau sedang bertawadhu’, lebih tepatnya beliau sedang menginformasikan apa yang beliau ketahui, diantaranya :

عن عمرو بن حريث، قال : سمعت عليا وهو يخطب على المنبر وهو يقول : ألا أخبركم بخير هذه الأمة بعد نبيها، أبو بكر، ألا أخبركم بالثاني فإن الثاني عمر.

Dari ‘Amr bin Hariits, ia berkata : Aku pernah mendengar ‘Aliy berkhutbah di atas mimbar. Ia berkata : “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik umat ini setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? yaitu Abu Bakr. Maukah aku beritahukan kepada kalian yang kedua ? yaitu ‘Umar” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 398 dengan sanad hasan].

Maka hujjah orang syi’ah tersebut begitu lemah, lebih lemah dari sarang laba-laba dan terlihat begitu dipaksakan.

Selanjutnya orang Syi’ah tersebut menulis :

Hadis lain yang dijadikan hujjah salafy dalam mengutamakan Abu Bakar dan Umar di atas Ali adalah

حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحُسَيْنِ الْمَكِّيُّ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ إِنِّي لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ فَدَعَوْا اللَّهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيرِهِ إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَهُ عَلَى مَنْكِبِي يَقُولُ رَحِمَكَ اللَّهُ إِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ لِأَنِّي كَثِيرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُنْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَإِنْ كُنْتُ لَأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَهُمَا فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ

Telah menceritakan kepadaku Walid bin Shalih yang berkata telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus yang berkata menceritakan kepada kami Umar bin Sa’id bin Abi Husain Al Makkiy dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ibnu Abbas radiallahu ‘anhuma yang berkata “Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab ketika ia telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di bahuku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu karena aku sering mendengar Rasulullah SAW bersabda “aku bersama Abu Bakar dan Umar” atau “Aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar” atau “aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar”. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku melihat ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib [Shahih Bukhari no 3677]

Dalam hadis ini tidak ada sedikitpun petunjuk keutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Ali. Hadis ini memuat doa Imam Ali agar Umar bergabung bersama Rasulullah SAW dan Abu Bakar. Insya Allah perkara bergabung bersama Rasulullah SAW nanti adalah harapan setiap sahabat Nabi SAW dan bukan kekhususan Abu Bakar dan Umar. Begitu pula perkataan Rasulullah SAW “Aku bersama Abu Bakar dan Umar” tidaklah menunjukkan kekhususan terhadap mereka berdua. Bahkan banyak hadis shahih lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sangat dekat kepada Imam Ali. Pernahkah para pembaca mendengar hadis shahih yang menunjukkan kecintaan kepada Ali berarti kecintaan kepada Rasulullah SAW? Hadis shahih siapa yang menyakiti Ali maka menyakiti Rasulullah SAW?. Hadis shahih siapa yang mencaci Ali berarti mencaci Rasulullah SAW?. Hadis shahih siapa yang memisahkan diri dari Ali berarti memisahkan diri dari Rasulullah SAW? .Tidak diragukan lagi hadis-hadis tersebut menunjukkan betapa tingginya kedudukan Imam Ali di sisi Rasulullah SAW.

Kami jawab, paling tidak riwayat di atas menunjukkan bahwa : Abu Bakar dan Umar begitu dekat dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Imam Ali mengakui keutamaan Abu Bakar dan Umar, Hubungan yang harmonis antara Imam Ali dan Syaikhan. Yang semua hal tersebut bertentangan dengan apa yang digambarkan oleh Syi’ah selama ini.

Syi’ah itu menulis :

Masih banyak lagi hadis yang menunjukkan kedekatan Imam Ali kepada Rasulullah SAW, diantaranya ketika di Thaif Rasulullah SAW dan Ali memisahkan diri dari para sahabat dan terlihat mengadakan pembicaraan yang lama sehingga membuat sebagian sahabat mengeluh, ketika mereka mengadukan keluhan mereka kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW menjawab bahwa bukan Beliau yang berbicara dengan Imam Ali tetapi Allah SWT yang berbicara dengan Ali. Tentu saja kekhususan seperti ini hanya dimiliki Imam Ali dan tidak pernah dimiliki Abu Bakar dan Umar.

Kami Jawab, hadits trsebut di dalam sanadnya terdapat perawi syi’ah yaitu Al-Ajlah. Cukuplah bagi kami untuk berhati-hati terhadap riwayat di atas.

Kemudian penulis Syi’ah tersebut menulis :

Salafy berhujjah dengan hadis bahwa Rasulullah SAW menghendaki Abu Bakar sebagai khalil dan menurut salafy kedudukan ini menunjukkan Abu Bakar lebih utama dari imam Ali. Seperti biasa salafy itu terlalu terburu-buru dalam menarik kesimpulan. Silakan perhatikan hadis yang dimaksud

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابَ أَبِي بَكْرٍ

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata “sesungguhnya manusia yang paling banyak jasanya dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku [boleh] mengambil khalil selain Rabbku niscaya aku mengambil Abu Bakar tetapi cukuplah [kedudukan] persaudaraan dalam islam dan kasih sayang. Tidak akan tersisa satu pintu di masjid yang tertutup kecuali pintu Abu Bakar” [Shahih Bukhari no 3654]

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي

Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim yang berkata telah menceritakan kepada kami Wuhaib yang berkata telah menceritakan kepada kami Ayub dari Ikrimah dari Ibnu Abbas radiallhu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang berkata “seandainya aku [boleh] mengambil khalil dari umatku maka aku akan mengambil Abu Bakar tetapi cukuplah ia sebagai saudaraku dan sahabatku” [Shahih Bukhari no 3656]

Jika diperhatikan dengan baik maka dalam hadis di atas tidak ada penetapan oleh Rasulullah SAW bahwa Abu Bakar adalah khalil Beliau. Diisyaratkan dalam hadis di atas adalah pengandaian jika Rasul SAW dibolehkan mengambil khalil dan kenyataannya kedudukan yang jelas bagi Abu Bakar dalam hadis di atas adalah saudara dan sahabat Nabi atau kedudukan dalam kasih sayang dan persaudaraan. Sama halnya dengan perkataan Nabi SAW “jika ada Nabi setelahku maka Umarlah orangnya” dimana dalam perkataan ini tidak ada pernyataan bahwa Umar adalah Nabi setelah Beliau SAW. Jadi poin pertama yang harus dimengerti dalam hadis ini adalah perandaian sangat berbeda dengan penetapan. Kedudukan yang ditetapkan oleh Nabi SAW terhadap Abu Bakar adalah saudara dan sahabat Beliau. Dan kedudukan saudara ini tidak lah terbatas kepada Abu Bakar saja mengingat Rasulullah SAW telah menyatakan pula kalau Imam Ali adalah saudara Beliau, sahabat Beliau, wazir dan pewaris Beliau SAW.

Dan jika mau dibandingkan antara Abu Bakar dan Ali, maka kedudukan saudara Rasulullah SAW yang dimiliki Imam Ali lebih bersifat khusus dan utama. Dalam hadis di atas disebutkan bahwa kedudukan saudara bagi Abu Bakar adalah persaudaraan dalam islam dan kasih sayang. Persaudaraan ini tidaklah bersifat khusus karena para sahabat lain juga memiliki kedudukan seperti itu yaitu persaudaraan dalam islam dan kasih sayang terhadap Nabi SAW, sedangkan kedudukan “saudara” yang dimiliki Imam Ali diakui Imam Ali sendiri bersifat khusus

Justru terlihat penulis syi’ah ini yang terburu-buru dalam menarik kesimpulan dan mengabaikan hal yang begitu telak meruntuhkan syubhat orang syi’ah tersebut, mari kita perhatikan baik-baik perkataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : Seandainya aku [boleh] mengambil khalil selain Rabbku niscaya aku mengambil Abu Bakar tetapi cukuplah [kedudukan] persaudaraan dalam islam dan kasih sayang”

Artinya jika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam boleh mengambil khalil (khalil Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Allah) selain dari pada Allah, maka Nabi akan mengambil Abu Bakar. Tentunya hal ini tidak boleh karena Allah tidak akan ridha jika dipersekutukan dengan yang lain sehingga nabi mengatakan cukuplah persaudaraan dan kasih sayang. Maka ini adalah perumpamaan paling tinggi yang tidak pernah beliau ucapkan untuk sahabat lain kecuali untuk Abu Bakar, yang menunjukkan ketinggian kedudukan Abu Bakar di hati Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, karena yang disebut khalil Allah hanya ada dua yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan bagi kedua Nabi tersebut, khalil mereka adalah Allah saja dan tidak boleh yang lain, maka jika Nabi membuat perandaian seperti itu, tidak ada lagi perandaian atau pujian yang lebih tinggi daripada pujian atau perandaian khalil terhadap Abu Bakar ini, hatta itu hadits manzilah, hadits sayyid ataupun hadits-hadits tentang keutamaan sahabat yang lain, dan tentunya ini adalah bukti bahwa Abu Bakar paling utama dibandingkan sahabat-sahabat yang lain.

Perandaian di atas mirip dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لَوْ كُنْتُ آمُرُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ َأنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَلاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ الله عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهَا كُلَّهُ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا عَلَيْهَا كُلَّهَا حَتَّى لَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَىظَهْرِ قَتَبٍ لأَعْطَتْهُ إِيَّاهُ

“Seandai aku boleh memerintahkan seseorang utk sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan seorang istri utk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Azza wa Jalla terhadap hingga ia menunaikan seluruh hak suami terhadapnya. Sampai-sampai jika suami meminta diri sementara ia sedang berada di atas pelana maka ia harus memberikan .” (HR. Ahmad 4/381. Dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa` Al-Ghalil no. 1998 dan Ash-Shahihah no. 3366)

Pengertiannya, kedudukan dan hak suami yang begitu tinggi di sisi istrinya.

Demikian juga dengan perandaian : “jika ada Nabi setelahku maka Umarlah orangnya” menunjukkan kedudukan yang tinggi Umar yang tingkatannya mendekati tingkatan Nabi, walaupun Umar bukanlah seorang Nabi.

Kemudian orang syi’ah tersebut menampilkan hadits-hadits keutamaan Imam Ali yang semuanya adalah juga keutamaan yang dimiliki Abu Bakar, bahkan riwayat-riwayat keutamaan Abu Bakar adalah yang lebih rajih.

Akhir kata, jika orang syi’ah itu hendak berhujjah memakai dalil-dalil sunni hendaklah yang konsisten, jangan suka mengkais-kais riwayat-riwayat dari sumber yang kurang mu’tabar terus dipertentangkan dengan riwayat-riwayat yang mu’tabar hanya karena memperturutkan hawa nafsu belaka. Wallahu A’lam.

Terakhir diedit tanggal 28/05/2010.

No comments:

Post a Comment