Saturday, August 6, 2011

APAKAH ABU MUSA SEORANG MUNAFIK?

Apakah Abu Musa Seorang Munafik?

July 16, 2011 by alfanarku

Bagaimana menurut anda jika virus syi’ah, rafidhah, nawashib dan sahabatphobia menjangkiti bersama-sama dalam dada seseorang? Tentunya akan sangat sulit dihilangkan kecuali mendapat pertolongan dari Allah Azza wa Jalla, kenalilah mereka dari tanda-tanda mereka yaitu dari moncong senapan mereka, target sasaran mereka sangat jelas, kalau ga sahabat ya ahlul bait (ahlul bait di sini termasuk di dalam-nya adalah istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam). Peluru mereka muntahkan ke generasi awal Islam, dengan alasan studi kritis mereka mengekspose kembali isu-isu lama lebih dari seribu tahun yang lalu, bahkan kakek buyutnya saja belum ada saat itu, atau memelintir riwayat-riwayat dari kitab-kitab yang sering tidak popular di kalangan kaum sunni kemudian mempertentangkannya satu sama lain dan membawa pada prakonsepsi yang ada di benaknya. Apa tujuan orang model seperti itu? Tidak lain agar kaum muslimin meragukan generasi awal yang telah membawa atau menyampaikan agama ini, jika generasi awal yang membawa agama ini sudah berhasil didiskreditkan tentunya diharapkan kaum muslimin tidak akan yakin lagi atau ragu akan kebenaran agamanya, itulah tujuan sebenarnya dan tentunya cara ini lebih licik dan berbahaya dari apa yang dilakukan oleh kaum orientalis, karena orang-orang ini mengaku dirinya muslim. Untuk meluluskan tujuan ini, orang-orang yang sudah terjangkit penyakit-penyakit yang mematikan tersebut berusaha mempelajari ilmu-ilmu hadits yang ada pada kaum muslimin, bukannya untuk diimani, dihayati atau diamalkan, tetapi hanya untuk dicari kelemahan-kelemahannya saja. Sebenarnya sudah sering orang ini diperingatkan, tetapi karena dia ini “Tambeng” (istilah orang Palembang) maka peringatan itu tidak ada artinya bagi dirinya, kesombongan sudah menguasai dirinya. Maka untuk orang-orang semacam ini patut kita kasihani dan kita do’akan semoga Allah memberi hidayah kepadanya.

Tiba giliran moncong senapan orang yang terjangkit penyakit sahabatphobia ini di arahkan kepada seorang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang mulia yaitu Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu. Dengan judul yang cukup provokatif, orang ini berusaha menggiring pembaca untuk meragukan kredibilitas sahabat tersebut hanya berdasarkan atsar yang belum tentu benar, langsung saja kita ke TKP :
حَدَّثَنِي ابن نمير حدثني أبي عن الأعمش عن شقيق قَال كنا مع حذيفة جلوسًا ، فدخل عبد الله وأبو موسى المسجد فقَال أحدهما منافق ثم قَال إن أشبه الناس هديًا ودلاً وسمتًا برسول الله صلى الله عليه وسلم عبد الله

Telah menceritakan kepadaku Ibnu Numair yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Al A’masy dari Syaqiiq yang berkata kami duduk bersama Hudzaifah kemudian masuklah Abdullah dan Abu Musa kedalam masjid, Hudzaifah berkata “salah satu dari mereka berdua adalah munafik” kemudian ia berkata “orang yang menyerupai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hal petunjuk, ciri dan gerak geriknya adalah Abdullah” [Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub Al Fasawiy 2/771]

Abdullah yang dimaksud dalam atsar di atas adalah Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa yang dimaksud adalah Abu Musa Al Asy’ari

Kemudian untuk menguatkan opininya ini bahwa Abu Musa telah di jarh oleh Hudzaifah sebagai seorang munafik, orang syi’ah tersebut mengutip riwayat berikut ini :

أبو الطفيل قال كان بين حذيفة وبين رجل من أهل العقبة ما يكون بين الناس فقال أنشدك الله كم كان أصحاب العقبة فقال له القوم أخبره إذ سألك قال إن كنا نخبر إنهم أربعة عشر وقال أبو نعيم فقال الرجل كنا نخبر إنهم أربعة عشر قال فان كنت منهم وقال أبو نعيم فيهم فقد كان القوم خمسة عشر واشهد بالله أن أثنى عشر منهم حرب لله ولرسوله في الحياة الدنيا ويوم يقوم الأشهاد قال أبو أحمد الأشهاد وعدنا ثلاثة قالوا ما سمعنا منادى رسول الله صلى الله عليه و سلم وما علمنا ما أراد القوم

Abu Thufail berkata “pernah ada persoalan antara Hudzaifah dengan seorang laki-laki yang termasuk Ahlu ‘Aqabah, yang diketahui banyak orang. [Hudzaifah] berkata “aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, berapa jumlah orang dalam peristiwa ‘Aqabah?. Al Qawm [orang-orang itu] berkata “beritahukan padanya [Hudzaifah] jika ia bertanya kepadamu”. Abu Nu’aim [perawi] berkata laki-laki itu berkata “kami diberitahu bahwa mereka berjumlah empat belas orang”. [Hudzaifah] berkata “dan jika kamu termasuk dari mereka [Abu Nu’aim berkata] beserta mereka maka Al Qawm [orang-orang itu] berjumlah lima belas orang dan aku bersaksi dengan nama Allah SWT bahwa dua belas orang dari mereka adalah musuh Allah dan Rasul-Nya di dunia dan di akhirat. Abu ‘Ahmad [perawi] berkata Hudzaifah berkata “dan yang tiga orang lagi mengatakan kami tidak mendengar seruan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami tidak mengetahui apa tujuan Al Qawm [orang-orang itu]” [Musnad Ahmad 5/390 no 23369, Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya kuat berdasarkan syarat Muslim, para perawinya tsiqat perawi Bukhari Muslim kecuali Walid bin ‘Abdullah bin Jumai’ dia shaduq hasanul hadis dan termasuk perawi Muslim”]

Pada riwayat di atas tidak terdapat nama Abu Musa, tetapi pada riwayat berikut ini, nama Abu Musa disebut.

حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْنٍ ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ جُمَيْعٍ ، عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ ، قَالَ : كَانَ بَيْنَ حُذَيْفَةَ وَبَيْنَ رَجُلٍ مِنْهُمْ مِنْ أَهْلِ الْعَقَبَةِ بَعْضُ مَا يَكُونُ بَيْنَ النَّاسِ ، فَقَالَ : أُنْشِدُك بِاللهِ ، كَمْ كَانَ أَصْحَابُ الْعَقَبَةِ ؟ فَقَالَ الْقَوْمُ : فَأَخْبِرْهُ ، فَقَدْ سَأَلَك ، فَقَالَ أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ : قَدْ كُنَّا نُخْبَرُ أَنَّهُمْ أَرْبَعَةَ عَشَرَ ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ : وَإِنْ كُنْتُ فِيهِمْ ، فَقَدْ كَانُوا خَمْسَةَ عَشَرَ ، أَشْهَدُ بِاللهِ أَنَّ اثْنَيْ عَشَرَ مِنْهُمْ حَرْبٌ للهِ وَرَسُولِهِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ ، وَعُذِرَ ثَلاَثَةٌ ، قَالَوا : مَا سَمِعَنَّا مُنَادِيَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَلاَ عَلِمْنَا مَا يُرِيدُ الْقَوْمُ

Telah menceritakan kepada kami Fadhl bin Dukain dari Walid bin Jumai’ dari Abi Thufail yang berkata “telah terjadi persoalan antara Hudzaifah dan seorang laki-laki yang termasuk Ahlil ‘aqabah, yang diketahui banyak orang. Hudzaifah berkata “aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, berapa jumlah orang dalam peristiwa aqabah?”. Al Qawm [orang-orang itu] berkata “beritahukanlah padanya sungguh ia bertanya kepadamu”. Abu Musa Al Asy’ari berkata “sungguh kami diberitahu bahwa mereka berjumlah empat belas orang”. Hudzaifah berkata “dan jika kamu ada bersama mereka maka jumlahnya adalah lima belas orang, aku bersaksi dengan nama Allah SWT bahwa dua belas orang dari mereka adalah musuh Allah dan Rasul-Nya di dunia dan di hari berdirinya saksi-saksi [hari kiamat] dan yang tiga orang lagi mengatakan kami tidak mendengar seruan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami tidak mengetahui apa tujuan Al Qawm [orang-orang itu]. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/599 no 38259 dengan sanad yang shahih]

Mari kita mencoba menjawab syubhat orang syi’ah ini:

Mengenai riwayat pertama, jika riwayat ini shahih adalah suatu atsar yang musykil dimana Hudzaifah membuka rahasia yang dititipkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam kepadanya, apalagi adanya tadlis [‘an anah] Al A’masy, jadi bagi kami riwayat ini belum cukup kuat untuk dijadikan hujjah bahwa Abu Musa seorang munafik.

Mengenai riwayat yang kedua dari Mushannaf dan musnad Ahmad yang dikutip oleh orang syi’ah tersebut, ada beberapa hal yang bisa kita sampaikan :

Pertama, riwayat ini berkaitan dengan peristiwa perang Tabuk dimana dalam pasukan tersusupi 12 orang munafik yang tujuan mereka tidak lain adalah untuk membuat makar dan mencelakakan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.

حدثنا عبد لله حدثني أبي ثنا يزيد أنا الوليد يعنى بن عبد الله بن جميع عن أبي الطفيل قال لما أقبل رسول الله صلى الله عليه و سلم من غزوة تبوك أمر مناديا فنادى ان رسول الله صلى الله عليه و سلم أخذ العقبة فلا يأخذها أحد فبينما رسول الله صلى الله عليه و سلم يقوده حذيفة ويسوق به عمار إذ أقبل رهط متلثمون على الرواحل غشوا عمارا وهو يسوق برسول الله صلى الله عليه و سلم وأقبل عمار يضرب وجوه الرواحل فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم لحذيفة قد قد حتى هبط رسول الله صلى الله عليه و سلم فلما هبط رسول الله صلى الله عليه و سلم نزل ورجع عمار فقال يا عمار هل عرفت القوم فقال قد عرفت عامة الرواحل والقوم متلثمون قال هل تدري ما أرادوا قال الله ورسوله أعلم قال أرادوا ان ينفروا برسول الله صلى الله عليه و سلم فيطرحوه قال فسأل عمار رجلا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال نشدتك بالله كم تعلم كان أصحاب العقبة فقال أربعة عشر فقال ان كنت فيهم فقد كانوا خمسة عشر فعدد رسول الله صلى الله عليه و سلم منهم ثلاثة قالوا والله ما سمعنا منادي رسول الله صلى الله عليه و سلم وما علمنا ما أراد القوم فقال عمار أشهد أن الاثنى عشر الباقين حرب لله ولرسوله في الحياة الدنيا ويوم يقوم الأشهاد قال الوليد وذكر أبو الطفيل في تلك الغزوة ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال للناس وذكر له ان في الماء قلة فأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم مناديا فنادى ان لا يرد الماء أحد قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم فورده رسول الله صلى الله عليه و سلم فوجد رهطا قد وردوه قبله فلعنهم رسول الله صلى الله عليه و سلم يومئذ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid yang berkata telah menceritakan kepada kami Walid yakni bin ‘Abdullah bin Jumai’ dari Abu Thufail yang berkata “Ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kembali dari perang Tabuk, Beliau memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] hendak mengambil jalan ke bukit Aqabah maka tidak seorangpun diperbolehkan ke sana. Ketika itu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dikawal oleh Hudzaifah [radiallahu ‘anhu] dan unta Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] ditarik oleh Ammar [radiallahu ‘anhu], tiba-tiba sekumpulan orang yang memakai topeng [penutup wajah] dengan hewan tunggangan mendatangi mereka. Kemudian mereka menghalangi Ammar yang sedang menarik unta Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ammar melawan mereka dengan memukul unta-unta tunggangan mereka. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata kepada Hudzaifah “sudah sudah”. Sampai akhirnya mereka menelusuri jalan turun dan setelah itu Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] turun dari untanya dan menghampiri Ammar, Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “wahai Ammar “apakah engkau mengenal orang-orang tadi”. Ammar menjawab “sungguh aku mengenal unta-unta tunggangan mereka tadi sedangkan orang-orang itu semuanya memakai topeng”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “apakah engkau mengetahui apa yang mereka inginkan”. Ammar menjawab “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “mereka bermaksud menakuti hewan tunggangan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sehingga mereka dapat menjatuhkannya dari bukit”. [Abu Thufail] berkata Ammar bertanya kepada salah seorang sahabat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “aku bersumpah kepadamu dengan nama Allah, tahukah engkau berapa jumlah Ashabul ‘Aqabah [orang-orang yang berada di bukit tadi]?. Ia berkata “empat belas orang”. Ammar berkata “jika engkau termasuk salah satu dari mereka maka jumlahnya lima belas orang”. Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menghitung tiga dari mereka yang mengatakan “Demi Allah kami tidak mendengar penyeru Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami tidak mengetahui apa yang diinginkan orang-orang yang mendaki bukit itu”. Ammar berkata “aku bersaksi bahwa dua belas orang lainnya musuh Allah dan Rasul-Nya di kehidupan dunia dan pada hari dibangkitkannya para saksi [akhirat]“. Walid berkata Abu Thufail menyebutkan bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata kepada manusia bahwa perbekalan air tinggal sedikit kemudian Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memerintahkan penyerunya mengatakan “tidak boleh ada yang menyentuhnya sebelum Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang” maka Rasulullah datang dan Beliau mendapati telah ada sebagian orang yang mendahului Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melaknat mereka saat itu juga [Musnad Ahmad 5/453 no 23843, Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya kuat dengan syarat Muslim”]

Jika kita cermati, ada perbedaan yang nyata antara dua riwayat di atas dengan riwayat musnad Ahmad yang terakhir ini, sipenanya pada dua riwayat sebelumnya adalah Hudzaifah sedangkan pada riwayat terakhir si penanya adalah Ammar, manakah yang benar?

Kedua, seandainyapun benar Abu Musa adalah termasuk ahlul Aqabah, tidak ada bukti pada riwayat di atas dia adalah termasuk dua belas orang yang disabdakan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam sebagai musuh Allah atau munafik, bisa jadi dia adalah yang termasuk tiga orang yang tidak medengar penyeru Rasulullah dan tidak mengetahui tujuan dari dua belas orang itu mendaki bukit Aqabah sehingga tiga orang tersebut turut naik ke bukit Aqabah.

Ketiga, telah masyhur dan shahih dalam kitab tarikh bahwa seusai perang Tabuk, Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mengutus sahabat Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari ke Yaman untuk mendakwahkan Islam. Masing-masing berdakwah di daerah yang berbeda di Yaman. Hadits-hadits shahih berikut ini menunjukkan dengan jelas pengutusan Muadz dan Abu Musa ke Yaman dengan beberapa perintah dan larangan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.

ن سعيد بن أبي بردة عن أبيه عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فسأله عن أشربة تصنع بها فقال وما هي قال البتع والمزر -فقلت لأبي بردة ما البتع قال نبيذ العسل والمزر نبيذ الشعير- فقال كل مسكر حرام

Dari Sai’id bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke negeri Yaman maka iapun (Abu Musa) bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum minum-minuman yang dibuat di Yaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya kepadanya, “Apakah minum-minuman tersebut?”, ia menjawab, “Al-Bit’[1] dan dan Al-Mizr. -Aku (Sa’id bin Abi Burdah) bertanya kepada Abi Burdah, “Apakah itu Al-Bit’?”, ia berkata, “Al-Bit’ adalah nabidz madu dan Al-Mizr adalah nabidz gandum”-. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram” (HR Al-Bukhari 4/1579 no 4087 dan 5/2269 no 5773, Muslim 3/1586 no 1733)

حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا وَأَبَا مُوسَى إِلَى الْيَمَنِ قَالَ يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا

Bukhari 38.238/2811. Telah bercerita kepada kami Yahya telah bercerita kepada kami Waki’ dari Syu’bah dari Sa’id bin Abi Burdah dari bapaknya dari kakeknya bahwa Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mengutus Mu’adz dan abu musa ke negeri Yaman dan Beliau berpesan: Mudahkanlah (urusan) dan jangan dipersulit. Berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari (tidak tertarik) dan bekerja samalah kalian berdua dan jangan berselisih.

حَدَّثَنَا مُوسَى حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبَا مُوسَى وَمُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ إِلَى الْيَمَنِ قَالَ وَبَعَثَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى مِخْلَافٍ قَالَ وَالْيَمَنُ مِخْلَافَانِ ثُمَّ قَالَ يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا فَانْطَلَقَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إِلَى عَمَلِهِ وَكَانَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إِذَا سَارَ فِي أَرْضِهِ كَانَ قَرِيبًا مِنْ صَاحِبِهِ أَحْدَثَ بِهِ عَهْدًا فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَسَارَ مُعَاذٌ فِي أَرْضِهِ قَرِيبًا مِنْ صَاحِبِهِ أَبِي مُوسَى فَجَاءَ يَسِيرُ عَلَى بَغْلَتِهِ حَتَّى انْتَهَى إِلَيْهِ وَإِذَا هُوَ جَالِسٌ وَقَدْ اجْتَمَعَ إِلَيْهِ النَّاسُ وَإِذَا رَجُلٌ عِنْدَهُ قَدْ جُمِعَتْ يَدَاهُ إِلَى عُنُقِهِ فَقَالَ لَهُ مُعَاذٌ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ أَيُّمَ هَذَا قَالَ هَذَا رَجُلٌ كَفَرَ بَعْدَ إِسْلَامِهِ قَالَ لَا أَنْزِلُ حَتَّى يُقْتَلَ قَالَ إِنَّمَا جِيءَ بِهِ لِذَلِكَ فَانْزِلْ قَالَ مَا أَنْزِلُ حَتَّى يُقْتَلَ فَأَمَرَ بِهِ فَقُتِلَ ثُمَّ نَزَلَ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ كَيْفَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ أَتَفَوَّقُهُ تَفَوُّقًا قَالَ فَكَيْفَ تَقْرَأُ أَنْتَ يَا مُعَاذُ قَالَ أَنَامُ أَوَّلَ اللَّيْلِ فَأَقُومُ وَقَدْ قَضَيْتُ جُزْئِي مِنْ النَّوْمِ فَأَقْرَأُ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِي فَأَحْتَسِبُ نَوْمَتِي كَمَا أَحْتَسِبُ قَوْمَتِي

Bukhari 44.342/3996. Telah menceritakan kepada kami Musa Telah menceritakan kepada kami Abu Awanah Telah menceritakan kepada kami Abdul Malik dari Abu Burdah katanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus abu musa dan Mu’adz bin Jabal ke negeri Yaman. Dan beliau utus keduanya pada lokasi yang berbeda -sekalipun satu negara, Yaman- sebab Yaman ketika itu dibagi dua negara bagian, kemudian Nabi berpesan: Tolong kalian permudah, jangan kalian persulit, berilah kabar gembira, jangan kalian jadikan masyarakat alergi (terhadap agama). Masing-masing pun berangkat mengerjakan tugasnya. Selanjutnya masing-masing diantara keduanya jika berjalan di wilayah temannya, ia berusaha dekat dengan kawannya dan membuat perjanjian (kesepakatan bertemu) lantas mengucapkan salam. Di kemudian hari Mu’adz berjalan di kawasan kawannya, abu musa, ia datang dengan berkendara diatas bighalnya hingga menemuinya yang ketika itu Mu’adz sedang duduk dikerumuni manusia. Tak tahunya disana ada seseorang yang kedua tangannya diikat diatas tengkuknya. Mu’adz menyapa; Wahai Abdullah bin Qais (nama lain abu musa), orang ini memangnya mengapa? Kata abu musa; Orang ini telah kufur setelah keIslamannya. Mu’adz menjawab; Saya tak akan turun hingga ia dibunuh. abu musa meneruskan; Orang ini didatangkan semata-mata karena kemurtadannya, maka turunlah. Muadz menjawab; Saya tak sudi turun dari hewan tungganganku hingga dibunuh. Maka abu musa perintahkan hingga si laki-laki dibunuh. Kemudian Muadz turun. Muadz bertanya; Wahai Abdullah, bagaimana engkau membaca alquran? Jawab Muadz; Saya berusaha membaca sebanyak-banyaknya, lalu engkau sendiri bagaimana wahai muadz? Kalau aku, jawab Muadz, saya tidur diawal malam kemudian bangun, kulaksanakan hak tidurku, dan aku baca apa yang Allah tetapkan bagiku, Aku berharap pahala dari tidurku sebagaimana berharap pahala dari shalat malamku.

Maka jika Abu Musa adalah salah satu dari orang munafik atau Musuh Allah, hal yang sangat mustahil Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mengutusnya sebagai da’i untuk menyampaikan risalah agama, tentunya amat sangat berbahaya jika seorang munafik di utus sebagai seorang da’i. Dan telah masyhur dalam kitab-kitab tarikh bahwa peristiwa pengutusan Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman terjadi pada tahun 10 Hijriah seusai perang Tabuk.

Sebelum orang syi’ah ini berkomentar seperti di bawah ini, seharusnya dia mau pakai akal sehatnya (jika punya) dan melihat riwayat-riwayat yang lainnya.

Tentu saja hal ini menjadi dilema yang sangat meresahkan. Kalau Abu Musa Al Asy’ari dinyatakan sebagai munafik maka bagaimana nasib hadis-hadis yang diriwayatkannya padahal cukup banyak hadis-hadisnya yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Mungkinkah Huzaifah keliru? atau mungkin lebih aman menolak hadis Huzaifah yang satu ini daripada menolak berbagai hadis Abu Musa yang tersebar dalam kitab Shahih.

Kesimpulan :

Abu Musa Al-Asy’ari adalah seorang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang mulia bukan seorang munafik ataupun musuh Allah sebagaimana yang dituduhkan orang syi’ah.

Wassalam.
SUMBER:http://alfanarku.wordpress.com/2011/07/16/apakah-abu-musa-seorang-munafik/

No comments:

Post a Comment