Saturday, August 6, 2011

APAKAH ABU HURAIRAH RA BERDUSTA? : BASA- BASI SYIAH

Apakah Abu Hurairah Berdusta? : Basa-Basi Syi’ah

July 8, 2011 by alfanarku

Adalah seorang Syi’ah sekaligus seorang salafyphobia mempermasalahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang menurutnya hadits tersebut anomaly (aneh) dan tentunya seperti biasa dan seperti yang sudah-sudah di balik basa-basinya dia ingin menguatkan tuduhan orang syi’ah bahwa Abu Hurairah adalah seorang pendusta.

Saya langsung kutip saja hadits tersebut :

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ تَقُولُ الْمَرْأَةُ إِمَّا أَنْ تُطْعِمَنِي وَإِمَّا أَنْ تُطَلِّقَنِي وَيَقُولُ الْعَبْدُ أَطْعِمْنِي وَاسْتَعْمِلْنِي وَيَقُولُ الِابْنُ أَطْعِمْنِي إِلَى مَنْ تَدَعُنِي فَقَالُوا يَا أَبَا هُرَيْرَةَ سَمِعْتَ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا هَذَا مِنْ كِيسِ أَبِي هُرَيْرَةَ

Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Shalih yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Hurairah radiallahu ‘anhu yang berkata Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sedekah yang paling utama adalah sedekah yang meninggalkan pelakunya dalam kecukupan, tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, seorang istri akan berkata “kamu memberiku makan atau kamu menceraikanku” dan seorang budak akan berkata “berilah aku makan dan perintahkan aku untuk bekerja” dan seorang anak akan berkata “berilah aku makan, kepada siapa engkau akan meninggalkanku”. Mereka berkata “wahai Abu Hurairah apakah engkau mendengar hal ini dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]?. Abu Hurairah berkata “tidak, hal ini berasal dari Abu Hurairah” [Shahih Bukhari 7/63 no 5355]

Sebenarnya orang syi’ah itu sudah mengetahui jawaban para ulama sunni mengenai penjelasan terhadap hadits tersebut, dimana yang dimaksud perkataan Abu Hurairah pada akhir kalimat dalam hadits tersebut adalah bahwa tidak semua lafaz yang dia sampaikan adalah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tetapi beberapa lafaz adalah perkataan Abu Hurairah sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut ini :
أخبرناه أبو عمرو محمد بن عبد الله الأديب أنا أبو بكر الإسماعيلي أخبرني الحسن هو بن سفيان نا أبو بكر بن أبي شيبة نا أبو معاوية ح قال وأخبرني الحسن نا نصر بن علي نا أبو أسامة قالا نا الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إن أفضل الصدقة ما ترك غني واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول قال أبو هريرة رضي الله عنه تقول امرأتك أطعمني وإلا فطلقني ويقول خادمك أطعمني وإلا فبعني ويقول ولدك إلى من تكلني قالوا يا أبا هريرة هذا شيء تقوله من رأيك أو من قول رسول الله صلى الله عليه و سلم قال لا بل هذا من كيسي

Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Amru Muhammad bin ‘Abdullah Al Adiib yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al Ismailiy yang berkata telah mengabarkan kepadaku Hasan dia bin Sufyan yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah, dan telah mengabarkan kepadaku Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, keduanya [Abu Muawiyah dan Abu Usamah] berkata telah menceritakan kepada kami Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda sedekah yang paling utama adalah sedekah yang meninggalkan pelakunya dalam kecukupan, tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, Abu Hurairah berkata “istrimu akan berkata “berilah aku makan jika tidak ceraikanlah aku” dan pembantumu akan berkata “berilah aku makan jika tidak bebaskanlah aku” dan anakmu akan berkata “kepada siapa engkau akan meninggalkanku”. Mereka berkata kepada Abu Hurairah “apakah ini sesuatu yang dikatakan dari pendapatmu atau dari perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Abu Hurairah berkata “tidak, tentu saja hal ini dari diriku” [Sunan Baihaqi 7/471 no 15489]

Saya kira hadits tersebut cukup sebagai penjelas dari hadits sebelumnya, bahwa yang dimaksud Abu Hurairah adalah sebagian lafaz adalah miliknya, tetapi ternyata orang syi’ah ini ingin memperpanjang masalah karena memang sudah terpateri penyakit sahabatphobia dalam benaknya, yaitu dengan mengutip riwayat-riwayat lain dimana dalam riwayat-riwayat tersebut tidak lengkap karena tidak terdapat pertanyaan yang ditujukan kepada Abu Hurairah dan jawaban dari Abu Hurairah seperti riwayat-riwayat di atas:
أخبرنا محمد بن عبد الله بن يزيد قال ثنا أبي قال ثنا سعيد قال حدثني بن عجلان عن زيد بن أسلم عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول فقيل من أعول يا رسول الله قال امرأتك ممن تعول تقول أطعمني وإلا فارقني خادمك يقول أطعمني واستعملني وولد يقول إلى من تتركني

Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Yazid yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’id yang berkata telah menceritakan kepadaku Ibnu ‘Ajlan dari Zaid bin Aslam dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang bersabda “sedekah yang paling baik adalah setelah kecukupan terpenuhi, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu, dikatakan “siapakah yang menjadi tanggungan itu wahai Rasulullah?. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “istrimu termasuk tanggunganmu, ia akan berkata “berilah aku makan jika tidak ceraikanlah aku, pembantumu akan berkata “berilah aku makan dan pekerjakan aku” dan anakmu akan berkata “kepada siapa engkau meninggalkanku” [Sunan Nasa’i 5/385 no 9211]

Zaid bin Aslam dalam periwayatannya dari Abu Shalih memiliki mutaba’ah yaitu dari Ashim bin Bahdalah sebagaimana yang disebutkan Daruquthni berikut
نا أبو بكر الشافعي نا محمد بن بشر بن مطر نا شيبان بن فروخ نا حماد بن سلمة عن عاصم عن أبي صالح عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه و سلم قال المرأة تقول لزوجها أطعمني أو طلقني ويقول عبده أطعمني واستعملني ويقول ولده إلى من تكلنا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Asy Syafi’i yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr bin Mathar yang berkata telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farukh yang berkata telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari ‘Ashim dari Abi Shalih dari Abu Hurairah bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “seorang istri berkata kepada suaminya “berilah aku makan atau ceraikanlah aku” dan seorang hamba berkata “berilah aku makan dan suruhlah aku bekerja” dan seorang anak berkata “kepada siapa engkau meninggalkanku” [Sunan Daruquthni 3/297 no 191]

Seandainya orang syi’ah ini mau membahas sampai berbuih-buih mengenai keshahihan sanad dari dua riwayat di atas, maka ketahuilah kita di sini tidak akan mempermasalahkan keshahihan pada sanadnya, karena ini memang bukan masalah sanad, tetapi sangatlah mudah dipahami oleh kita bahwa dua riwayat terakhir adalah riwayat yang tidak lengkap, hal seperti ini tidaklah mustahil, maka tentunya riwayat yang lebih lengkap-lah yang dipergunakan untuk melengkapi dua riwayat terakhir.

Kesimpulan, ketidaklengkapan matan suatu riwayat bukanlah kesalahan si perawi pertama (Abu Hurairah), terbukti terdapat riwayat dari beliau yang lengkap mengenai hal tersebut, maka ketidaklengkapan matan pada riwayat lain sangat dimungkinkan terjadi pada perawi-perawi di bawah Abu Hurairah yang meriwayatkannya dengan matan tidak lengkap, jadi bukan perkara shahih atau tidaknya sanad.

Maka kesimpulan si penulis syi’ah di bawah ini :

Dari kedua fakta di atas maka dapat disimpulkan bahwa Abu Hurairah mencampuradukkan antara perkataannya dengan perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Jika ini dilakukan dengan kesengajaan maka benarlah orang Syiah itu bahwa Abu Hurairah terbukti berdusta tetapi jika kita mau berprasangka baik maka mungkin saja hal ini disebabkan hafalan Abu Hurairah yang berubah mungkin karena faktor usia [ikhtilath] sehingga ia tidak bisa membedakan mana perkataannya dan mana perkataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Kemungkinan lain adalah seperti yang ditunjukkan sebagian ulama, demi membela Abu Hurairah mereka menyatakan bahwa riwayat Daruquthni dan Nasa’i di atas adalah waham [keliru]. Tentu saja pembelaan ini lemah karena kedua riwayat tersebut sanadnya shahih dan hasan, keduanya saling menguatkan sehingga status hadis tersebut shahih.

Adalah kesimpulan basa-basi yang tidak relevan dan tidak ada nilainya sama sekali dan merupakan waham (keliru) dari si penulis tersebut, yang hanya sekedar ingin mengungkapkan penyakit sahabatphobia yang sudah terlanjur berkarat dalam dadanya saja :mrgreen: .

Wassalam.

Posted in analisa | Tagged abu hurairah, menjawab tuduhan syi'ah, syi'ah = sahabat phobia | 5 Comments
Like
Be the first to like this post.
5 Responses

1.
on July 10, 2011 at 3:37 pm | Reply Abul-Jauzaa

Argumentasi orang Syi’ah tersebut memang argumentasi orang awam. Sudah menjadi kaedah yang ma’ruf dalam ilmu hadits bahwasannya jika satu hadits yang bersifat mujmal, kemudian datang hadits lain yang sifatnya mufashshal, maka ia harus dibawa kepada yang terakhir karena sifatnya sebagai penjelas. Adapun hadits Al-Bukhaariy tersebut sifatnya adalah mujmal yang tercampur padanya sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.

Hadits Al-Bukhaariy berasal dari riwayat Al-A’masy dari Abu Shaalih. Dan itu telah dirinci oleh riwayat Al-Baihaqiy yang juga berasal dari jalur Al-A’masy dari Abu Shaalih.

Dan diriwayatkan oleh jalur lain oleh beberapa imam dari Al-A’masy, misalnya :

1. Jariir :

حدثنا عثمان بن أبي شيبة، ثنا جرير، عن الأعمش، عن أبي صالح، عن أبي هريرة قال:
قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: “إن خير الصدقة ما ترك غِنىً أو تصدق به عن ظهر غنىً، وابدأ بمن تعول”.

2. Wakii’ :

حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا وكيع حدثنا الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول.

Dan lain-lain.

Inilah riwayat MARFU’ yang disandarkan Abu Hurairah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam TANPA tambahan : ‘taquulu…..dst’.

Dan riwayat marfu’ ini juga berkesesuaian dengan riwayat :

1. Ibnu Siiriin dari Abu Hurairah secara marfu :

حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا عبد الرزاق حدثنا معمر عن أيوب عن ابن سيرين عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى وابدأ بمن تعول واليد العليا خير من اليد السفلى قلت
لأيوب ما عن ظهر غنى قال عن فضل غناك.

2. Ibnul-Musayyib dari Abu Hurairah secara marfu’.

حدثنا سعيد بن عفير قال: حدثني الليث قال: حدثني عبد الرحمن بن خالد بن مسافر، عن ابن شهاب، عن ابن المسيب، عن أبي هريرة: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى، وابدا بمن تعول).

Dan yang lainnya masih banyak.

Maka, dari jalur Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah ini telah jelas tafshilnya, yaitu lafadh marfu’nya adalah : ‘Sebaik-baik shadaqah….dst.’ ; sedangkan riwayat mauquf dari perkataan Abu Hurairah adalah lafadh tentang penjelasan siapa yang berada di bawah tanggungan, dan ini termasuk IDRAAJ. Perawi yang membawakan riwayat yang dibawakan Al-Bukhaariy telah melakukan wahm dengan mencampurkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan perkataan Abu Hurairah. Tidak ada hujjah bagi Syi’ah dalam riwayat ini untuk menyatakan kedustaan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, karena jelas sekali idraaj (penggabungan lafadh) ini berasal dari rawi setelah Abu Hurairah. Lagi pula, buat apa Abu Hurairah menyatakan ‘hadzaa min kaisii’ jika sebelumnya ia mengatakan : Qaala Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?. Kalau Abu Hurairah mau niat menipu, ini bukan level tipuan Abu Hurairah, tapi level tipuan TK. Bagaimana tidak ? Sebelumnya ia mengatakan qaala Rasulullah, namun kemudian ia mengatakan ‘hadzaa min kaisii’. Makanya itu, sekali lagi, itu bisa ditengok dalam riwayat Al-Baihaqiy maksud perkataan Abu Hurairah tersebut. Namun orang Syi’ah itu pura-pura bodoh (atau memang bodoh ?) !!

Kemudian,…. hadits An-Nasaa’iy berasal dari riwayat Muhammad bin ‘Ajlaan, dari Zaid bin Aslam dari Abu Shaalih. Sebelumnya, di sini tidak ada penjelasan perkataan Abu Hurairah : ‘hadzaa min kaisii’.

Maka perlu juga diperhatikan jalur lain sebagai berikut :

أخبرني عمران بن بكار قال أنا الربيع بن روح قال نا مغيرة بن عبد الرحمن قال نا محمد بن عجلان عن زيد بن أسلم عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال اليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول قال زيد فسئل أبو هريرة من تعول يا أبا هريرة قال امرأتك تقول أنفق علي أو طلقني وعبدك يقول أطعمني واستعملني وابنك يقول إلى من تذرني

Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Imraan bin Bukkaar, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Rauh, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Mughiirah bin ‘Abdirrahmaan, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Ajlaan, dari Zaid bin Aslaam, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu”. Zaid berkata : ABU HURAIRAH DITANYA : “Wahai Abu Hurairah, siapakah yang menjadi tanggunganmu ?”. Ia (Abu Hurairah) menjawab : “Istrimu. Ia akan berkata : ‘Berilah berilah aku nafkah atau (jika tidak) ceraikanlah aku…..dst [Diriwayatkan oleh An-Naaa’iy dalam Al-Kubraa no. 9166].

Semuanya perawinya tsiqaat, kecuali Al-Mughiirah bin ‘Abdirrahmaan. Ia seorang yang shaduuq, namun Ibnu Hibbaan berkata : “Riwayatnya dari Ibnu ‘Ajlaan KADANG KELIRU”.

Akan tetapi riwayatnya ini tidak keliru, sebab ada riwayat ini mencocoki riwayat tafshil yang tersebut di atas. Juga mencocoki riwayat Hisyaam bin Sa’d dari Zaid bin Aslam :

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا عبد الملك بن عمرو ثنا هشام عن زيد عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى واليد العليا خير من اليد السفلى وابدأ بمن تعول قال سئل أبو هريرة ما من تعول قال امرأتك تقول أطعمني أو انفق علي شك أبو عامر أو طلقني وخادمك يقول أطعمني واستعملني وابنتك تقول إلى من تذرني

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sebaik-baik shadaqah adalah dari orang yang telah cukup (untuk memenuhi kebutuhan irinya). Tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang berada dalam tanggunganmu”. PERAWI BERKATA : ABU HURAIRAH DITANYA : “Apa maksud yang menjadi tanggunganmu ?”. Abu Hurairah menjawab : “Istrimu. Ia akan berkata : ‘Berilah aku makan atau berilah aku nafkah – Abu ‘Aamir ragu dalam lafadh hadits ini – , atau (jika tidak) engkau ceraikan aku’. ……dst [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad].

Para perawi hadits ini seluruhnya tsiqaat, kecuali Hisyaam bin Sa’d. Ia hasan untuk mutaba’ah. Dan riwayatnya di sini sesuai dengan tafshil riwayat sebelumnya sehingga hasan haditsnya.

Maka, riwayat Ibnu ‘Ajlaan yang dibawakan oleh An-Nasaa’iy tersebut tetap harus ditarjih dengan membandingkan riwayat-riwayat yang ada, sebagaimana kaedah yang berlaku dalam pembahasan hadits Mudraj. Jumhur riwayat Abu Hurairah dan juga shahabat lain yang marfu’ adalah sebagaimana telah saya katakan sebelumnya. Maka, perlu ditanyakan, apakah idraaj atau wahm ini bersumber pada Ibnu ‘Ajlaan ? atau perawi yang dibawahnya ?. Al-Baihaqiy berkata setelah membawakan riwayat Ibnu ‘Ajlaan yang seperti lafadh An-Nasaa’iy :

هكذا رواه سعيد بن أبي أيوب عن بن عجلان ورواه بن عيينة وغيره عن بن عجلان عن المقبري عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه وجعل آخره من قول أبي هريرة وكذلك جعله الأعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة

“Bagitulah yang diriwayatkan oleh Sa’iid bin Ayyuub dari Ibnu ‘Ajlaan. Dan diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah dan selainnya dari Ibnu ‘Ajlaan, dari Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu dan menjadikan lafadh yang akhir itu dari perkataan Abu Hurairah. Bagitu pulalah yang dilakukan Al-A’masy (dengan menjadikan perkataan Abu Hurairah) dari riwayat Abu Shaalih, dari Abu Hurairah” [selesai].

Ini perkataan Al-Baihaqiy yang mengisyaratkan adanya ‘illat pada riwayat tersebut, dan itu bukan disandarkan pada Abu Hurairah (sebagaimana tingkah laku orang Syi’ah itu).

Kemudian tentang hadits Ad-Daaruqthniy yang dibawakan oleh orang Syi’ah tersebut. Sebenarnya, hadits itu juga merupakan IKHTISHAAR. Yang lebih lengkap adalah sebagaimana riwayat berikut :

أخبرنا زكريا بن يحيى بن عبد الرحمن الساجي بالبصرة حدثنا عبد الواحد بن غياث، حدثنا حماد بن سلمة، عن عاصم بن بهدلة، عن أبي صالح عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه سلم قال ؛ خير الصدقة ما كان عن ظهر ڠنى، واليد العليا خير من اليح السفلى، وليبدأ أحدكم بمن يعول. تقول امرأته : أنفق علي وتقول أم ولده إلى من تكلني، ويقول له عبده : أطعمني واستعملني

[Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 3363].

Penjabaran riwayat ‘Abdul-Waahid bin Ghiyaats dari Hammaad bin Salamah, dari ‘Aashim di atas mencocoki riwayat Hammaad bin Zaid dari ‘Aashim :

حدثنا أحمد بن عبدة حدثنا حماد بن زيد عن عاصم عن أبي صالح عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال خير الصدقة ما أبقت غناء واليد العليا خير من اليد السفلى وأبدأ من تعول تقول امرأتك إنفق علي أو طلقني ويقول مملوكك إنفق علي أو بعني ويقول ولدك إلى من تكلنا

[Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah – shahih sampai ‘Aashim].

Beberapa ulama menjelaskan bahwa Hammaad bin Zaid lebih kuat daripada Hammaad bin Salamah.

Jika demikian, maka riwayat yang dibawakan orang Syi’ah itu tentu harus dibawa kepada riwayat yang lebih lengkap dari ‘Aashim bin Bahdalah. Konsekuensinya, maka pembahasannya adalah sebagaimana di awal (yaitu dengan tafshil). Tidak perlu diulang.

Sebagai info saja, ‘Aashim ini haditsnya hasan jika tidak ada penyelisihan. Banyak kritik yang dialamatkan para ulama kepadanya mengenai akurasi hapalannya.

Apapun itu, melihat realitas riwayat yang ada, baik menggunakan jalur Al-A’masy dari Abu Shaalih atau dari jalur Muhammad bin ‘Ajlaan dari Abu Shaalih atau dari jalur ‘Aashim dari Abu Shaalih; maka tidak ada keterangan yang bisa menunjukkan bahwa Abu Hurairah melakukan tipuan, tadlis, atau lupa atau ikhtilaath dalam hapalannya. Yang ada adalah wahm dari sebagian rawi yang membawakan hadits Abu Hurairah. Atau,…. justru tadlis dari orang Syi’ah itu.

Note kecil :

Hadits ini memberikan satu pelajaran pada kita :

1. KEJUJURAN Abu Hurairah dalam membawakan hadits, dimana ia menjelaskan mana yang masuk sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan mana yang termasuk ijtihadnya. Oleh karena itu pada perkataan yang termasuk ijtihadnya ia mengatakan : ‘Hadzaa min kaisi Abi Hurairah’ atau hadzaa min kaisii’.

2. Bukan termasuk persyaratan bahwa seorang perawi tsiqaat bebas dari kekeliruan periwayatan. Oleh karena itu dalam ilmu hadits ada cabang pembahasan hadits mudraj, hadits syaadz, mudltharib, dan yang lainnya yang kesemuanya berasal dari kekeliruan sebagian perawi tsiqaat. Namun penisbatan kekeliruan ini memerlukan bukti dan penelitian sebagaimana dilakukan para ulama kita, bukan klaim seenaknya sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang bodoh.

Semoga ada manfaat tambahan ringkas saya.

No comments:

Post a Comment