Sunday, August 7, 2011

Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah Umat Terbaik dan Khalifah yang Sah setelah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam (2)

Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah Umat Terbaik dan Khalifah yang Sah setelah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam (2)

May 6, 2010 by alfanarku

Kedua, orang syi’ah yang berhujjah dengan dalil-dalil Sunni melemparkan syubhat berdasarkan riwayat-riwayat dari sumber yang kurang mu’tabar bahwa Imam Ali radhiyallahu ‘anhu mengakui bahwa dirinya lebih berhak terhadap jabatan khalifah sepeninggal Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Syubhat di atas tentunya berkonsekuensi bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan dua khalifah berikutnya radhiyallahu ‘anhum adalah tidak Sah dan mereka telah merampas hak kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu.

Cukuplah kita jawab syubhat tersebut dengan hadits ini:

Allah dan Orang-Orang Beriman tidak ridha kecuali kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.

عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى مَرَضِهِ « ادْعِى لِى أَبَا بَكْرٍ وَأَخَاكِ حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا فَإِنِّى أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى مُتَمَنٍّ وَيَقُولَ قَائِلٌ أَنَا أَوْلَى. وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ

Dari Az Zuhri, dari Urwah dari Aisyah mengatakan : Rasulullah berkata padaku saat sakitnya : panggillah Abubakar dan saudaramu agar aku menulis tulisan wasiat, karena aku takut ada yang berangan-angan, dan ada yang mengatakan : aku lebih berhak, Allah dan orang beriman enggan kecuali pada Abubakar

Dan kenyataannya adalah memang Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang terpilih dan dibai’at oleh hampir seluruh kaum muslimin saat itu termasuk Imam Ali sendiri, hal ini merupakan bukti kebenaran berita yang disampaikan oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah dan orang-orang mukmin hanya menghendaki Abu Bakar sebagai khalifah walaupun ada yang merasa lebih berhak.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas sebelumnya mengkhawatirkan jika ada orang yang akan berangan-angan atau merasa lebih berhak. Maka jika memang benar Imam Ali merasa lebih berhak (tentunya kami tidak mengingkari akan kelayakan Imam Ali sebagai pemimpin kaum muslimin saat itu), mungkin perasaan Imam Ali tersebut adalah hal yang dikhawatirkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tenang karena mendapat berita dari Allah bahwa kehendak Allah dan kaum mukminin hanya kepada Abu Bakar. Maka adalah benar sikap Imam Ali yang berbai’at kepada Abu Bakar, karena itu artinya Imam Ali adalah termasuk kaum mukminin yang menghendaki Abu Bakar. Tetapi jika beliau memberontak maka tentunya hal tersebut bukan sikap yang benar karena itu berarti melawan kehendak Allah dan kaum mukminin, dan Alhamdulillah beliau bukanlah orang yang seperti itu. Nah tentunya orang-orang kemudian yang mengaku mencintai beliau hendaknya mengikuti langkah beliau untuk mengakui Abu Bakar dan dua khalifah sesudahnya sebagai khalifah yang sah yang telah dibai’at oleh Imam Ali. Syi’ah yang hari ini mengaku mencintai dan mengikuti beliau justru tidak mengakui dan bahkan mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum yang hal tersebut menunjukkan pengakuan cinta mereka yang palsu terhadap Imam Ali, yang sebenarnya mereka hanya memperturutkan hawa nafsu mereka saja, dan tentunya berarti mereka juga tidak mengikuti Allah dan kaum mukminin.

Mari lebih jauh kita gali keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam dalil-dalil yang lainnya.

Diriwayatkan dari Jubair ibni Muth’im, dia berkata:

أَتَتِ امْرَأَةُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنَ تَرْجِعَ إِلَيْهِ قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُوْلُ الْمَوْتَ قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ تَجِدِيْنِيْ فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ.

Datang seorang wanita kepada Nabi shallallahu `alaihi wasallam, maka Rasulullah menyuruhnya untuk datang kembali. Maka wanita itu mengatakan: “Bagaimana jika aku tidak mendapatimu?” –seakan-akan wanita itu memaksudkan jika telah meninggalnya Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam. Beliau menjawab: “Jika engkau tidak mendapatiku, maka datangilah Abu Bakar”. (HR. Bukhari 2/419; Muslim, 7/110; lihat Zhilalul Jannah hal. 541-542, no. 1151)

Riwayat di atas merupakan berita dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang akan menggantikan beliau setelah beliau wafat adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah ibnul Yaman, Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar:

ثُمَّ اقْتَدُوا بِاللَّذِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ مِنْ أَصْحَابِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ…

Kemudian ikutilah teladan orang-orang setelahku dari shahabatku yaitu Abu Bakar dan Umar…. (HR. Tirmidzi, Baihaqi dan Hakim; Lihat Silsilah Ash-Shahihah juz 3 hal. 233, hadits no. 1233)

Allah berfirman dalam surat An-Nuur : 55

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Maka Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dan para sahabat lainnya adalah termasuk orang-orang yang beriman dan beramal shaleh yang dijanjikan oleh Allah dengan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, dengan karenanya Allah meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya, dan Allah benar-benar telah menukar keadaan mereka, dari ketakutan menjadi aman sentausa.

Pada masa mereka, Janji Allah tersebut mulai terwujud.

Allah berfirman:

Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: “Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami”; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 48:11)

Orang-orang Badwi yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: “Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu”; mereka hendak merobah janji Allah. Katakanlah: “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya”; mereka akan mengatakan: “Sebenarnya kamu dengki kepada kami.” Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali. (QS 48:15)

Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih.” (QS 48:16)

Pada ayat di atas diceritakan bahwa terdapat orang-orang Arab badwi yang tertinggal tidak ikut ke Hudaibiyah dengan alasan yang dibuat-buat, tetapi begitu kaum muslimin menang perang dan mendapatkan harta rampasan mereka akan berusaha ikut, maka oleh Allah mereka dilarang mengikuti peperangan-peperangan yang dilancarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan firman Allah “Katakanlah: “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya”.

Tetapi Allah dengan sifat Maha Kasih-Nya masih memberi kesempatan sekali lagi kepada mereka untuk bertaubat dan mendapatkan pahala, tetapi bukan diperbolehkan ikut peperangan pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, karena jelas itu telah dilarang, tetapi pada masa setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan firman Allah “Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih.”, Allah membuka peluang bagi mereka dengan menggunakan kata kerja akan datang (future tense) dengan kalimat : “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar”, ahli tafsir mengatakan “kaum yang mempunyai kekuatan yang besar” adalah Romawi dan Persia yang merupakan Negara Adi Daya saat itu. Fakta sejarah, tidak lama setelah wafat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dimana banyak diantara Arab Badwi tersebut yang masih hidup Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu telah memobilisasi umat Islam untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang dikuasai Romawi dan Persia, kemudian dilanjutkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahkan pada masa beliau ini wilayah kekuasaan Romawi yang ada di Syam telah jatuh, sehingga Baitul Maqdis berhasil dibebaskan dari kekuasaan Romawi, Mesir pun telah ditaklukkan. Sedangkan Persia benar-benar sudah dilibas habis.

Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah radhiyallahu ‘anhu dari salah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya dengan sanad yang jayyid, disebutkan:

لَمَّا أَمَرَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَفْرِ الْخَنْدَقِ عَرَضَتْ لَهُمْ صَخْرَةٌ حَالَتْ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْحَفْرِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ الْمِعْوَلَ وَوَضَعَ رِدَاءَهُ نَاحِيَةَ الْخَنْدَقِ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ ثُلُثُ الْحَجَرِ وَسَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ قَائِمٌ يَنْظُرُ فَبَرَقَ مَعَ ضَرْبَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرْقَةٌ ثُمَّ ضَرَبَ الثَّانِيَةَ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ الثُّلُثُ اْلآخَرُ فَبَرَقَتْ بَرْقَةٌ فَرَآهَا سَلْمَانُ ثُمَّ ضَرَبَ الثَّالِثَةَ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ الثُّلُثُ الْبَاقِي وَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ وَجَلَسَ، قَالَ سَلْمَانُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ رَأَيْتُكَ حِيْنَ ضَرَبْتَ مَا تَضْرِبُ َرْبَةً إِلاَّ كَانَتْ مَعَهَا بَرْقَةٌ. قَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا سَلْمَانُ، رَأَيْتَ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: إِي، وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَإِنِّي حِيْنَ ضَرَبْتُ الضَّرْبَةَ اْلأُولَى رُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ كِسْرَى وَمَا حَوْلَهَا وَمَدَائِنُ كَثِيْرَةٌ حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالَ لَهُ مَنْ حَضَرَهُ مِنْ أَصْحَابِهِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ادْعُ اللهَ أَنْ يَفْتَحَهَا عَلَيْنَا وَيُغَنِّمَنَا دِيَارَهُمْ وَيُخَرِّبَ بِأَيْدِيْنَا بِلاَدَهُمْ. فَدَعَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. ثُمَّ ضَرَبْتُ الضَّرْبَةَ الثَّانِيَةَ فَرُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ قَيْصَرَ وَمَا حَوْلَهَا حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ ادْعُ اللهَ أَنْ يَفْتَحَهَا عَلَيْنَ وَيُغَنِّمَنَا دِيَارَهُمْ وَيُخَرِّبَ بِأَيْدِيْنَا بِلاَدَهُمْ. فَدَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. ثُمَّ ضَرَبْتُ الثَّالِثَةَ فَرُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ الْحَبَشَةِ وَمَا حَوْلَهَا مِنَ الْقُرَى حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: دَعُوا الْحَبَشَةَ مَا وَدَعُوْكُمْ، وَاتْرُكُوا التُّرْكَ مَا تَرَكُوْكُمْ

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan penggalian khandaq, ternyata ada sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit mengambil kapak tanah dan meletakkan mantelnya di ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu tersebut. Salman Al-Farisi ketika itu sedang berdiri memandang, dia melihat kilat yang memancar seiring pukulan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau memukul lagi kedua kalinya, dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecah pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi kilat yang memancar ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul batu tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul sekali lagi dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah berantakan. Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk. Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu, saya melihat kilat memancar.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai Salman, engkau melihatnya?” Kata Salman: “Demi Dzat Yang mengutus anda membawa kebenaran. Betul, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepada saya kota-kota Kisra Persia dan sekitarnya serta sejumlah kota besarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat yang hadir ketika itu berkata: “Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumahrumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa. “Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan kepada saya kota-kota Kaisar Romawi dan sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa. “Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri Ethiopia dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia (Habasyah) selama mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki selama mereka meninggalkan kalian.”

Do’a Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas dikabulkan oleh Allah pada masa Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dengan dibukanya wilayah-wilayah Romawi dan Persia yang memberikan banyak ghanimah untuk kaum muslimin.

Berikut ringkasannya :

Setelah melewati masa-masa sulit di awal pemerintahannya karena harus menumpas pemberontakan kaum murtad dan pembangkang zakat, Abu Bakar kemudian mulai mengirimkan kekuatan militer ke berbagai negeri di luar jazirah Arab. Khalid bin Walid yang dikenal dengan gelar Pedang Allah, dikirim ke Irak sehingga dapat menduduki Al-Hirah pada tahun 12 H yang waktu itu di bawah kekuasaan Imperium Persia.[1]

Sedangkan ke Palestina, Abu Bakar mengirimkan balatentara di bawah pimpinan Amr bin al-Ash. Sementara ke Syam,[2] sang khalifah mengirimkan balatentara di bawah pimpinan tiga orang, yaitu Yazid bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Syurahbil bin Hasanah. Karena mendapat perlawanan sengit pasukan Romawi yang menguasai wilayah itu, pasukan Islam pun kewalahan. Akhirnya untuk menambah kekuatan militer yang dipimpin ketiga jenderal itu, Khalid bin Walid yang telah berhasil menaklukkan Irak diperintahkan Abu Bakar untuk meninggalkan negara itu dan berangkat ke Syam. [3]

Setelah Khalid bin Walid berhasil menaklukkan Syam, ia kemudian bersama Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah berangkat menuju Palestina untuk membantu Amr bin al-Ash dalam menghadapi pasukan Romawi. Kedua pasukan pun akhirnya terlibat peperangan yang sengit di daerah Ajnadin. Karena itulah, peperangan ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Perang Ajnadin. Meski kemenangan di pihak Islam, tapi banyak juga pasukan Islam yang gugur. [4]

Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H karena sakit,[5] ekspansi tetap dilanjutkan oleh khalifah berikutnya, Umar bin Khattab. Pada era Umarlah gelombang ekspansi pertama pun dimulai. Wilayah demi wilayah di luar jazirah dapat ditaklukkan. Pada tahun 14 H, Abu Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid dengan pasukan mereka berhasil menaklukkan kota Damaskus dari tangan kekuasaan Bizantium.[6] Selanjutnya, dengan menggunakan Suriah sebagai basis pangkalan militer, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin al-Ash.[7] Sedangkan ke wilayah Irak, Umar bin Khattab mengutus Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menjadi gubernur di sana. [8]

Pada tahun 640 M, Babilonia[9] juga dikepung oleh balatentara Islam. Sedangkan pasukan Bizantium yang menduduki Heliopolis mampu dikalahkan sehingga Alexandria dikuasai oleh pasukan Islam pada tahun 641 M. Tak pelak, Mesir pun jatuh ke tangan imperium Islam. Amr bin al-Ash yang menjadi komandan perang Islam lantas menjadikan tempat perkemahannya yang terletak di luar tembok Babilon sebagai ibukota dengan nama Al-Fustat. [10]

Di masa gelombang ekspansi pertama ini, Al-Qadisiyah, sebuah kota yang terletak dekat Al-Hirah di Irak, dapat dikuasai oleh imperium Islam pada tahun 15 H. [11] Dari kota itulah, ekspansi Islam berlanjut ke Al-Madain (Ctesiphon), ibukota Persia hingga dapat dikuasai. Karena Al-Madain telah jatuh direbut pasukan Islam, Raja Sasan Yazdagrid III akhirnya menyelamatkan diri ke sebelah Utara. [12] Selanjutnya pada tahun 20 H, kota Mosul yang notabene masih dalam wilayah Irak juga dapat diduduki. [13]

Gelombang ekspansi pertama di era Umar bin Khattab menjadikan Islam sebagai sebuah imperium yang tidak hanya menguasai jazirah Arab, tapi juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir. Saat pemerintahan Umar bin Khattab berakhir karena ia wafat terbunuh pada tahun 23 H, [14] Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga tetap meneruskan kebijakan penaklukan ke berbagai wilayah di luar jazirah Arab. Meski pada zaman Umar bin Khattab telah dikirim balatentara ke Azerbaijan dan Armenia, pada era Usman bin Affanlah, yaitu pada tahun 23 H, kedua wilayah baru berhasil dikuasai saat ekspansi dipimpin oleh al-Walid bin Uqbah. [15]

Allah memberkahi kekuasaan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, dengan menggunakan kekuasaan keduanya, Allah kabulkan do’a Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan kota-kota yang sebelumnya dikuasai oleh Romawi dan Persia dan dengannya Allah teguhkan agama yang diridhai-Nya.

Dari sebagian dalil-dalil yang telah kita sebutkan di atas, baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka sangat jelas bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah kekhalifahan yang sah yang diridhai oleh Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Maka sungguh bathil tuduhan-tuduhan Syi’ah Rafidhah terhadap kedua sahabat mulia tersebut.

Wallahu A’lam

[1] Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, al-Bidayah wa an-Nihayah, (Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.) juz 6 hal. 342-343.

[2] Syam adalah sebutan untuk wilayah Suriah di zaman dulu. Sekarang Syam digunakan untuk sebutan nama lain dari Damaskus, ibukota Suriah. Lihat, Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hal. 382.

[3] Ibnu Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, (tk: tp, tt), juz 1, hal. 430 dalam al-Maktabah asy-Syamilah.

[4] Ibid., juz I, hal. 450.

[5] Lihat, Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, (Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952), hal. 74.

[6] Lihat, Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr, Tarikh Khalifah bin Khayyath, (Damaskus: Darul Qalam, 1397 H), hal. 22-23. Bizantium adalah nama asli kota modern Istanbul. Bizantium awalnya diduduki koloni Yunani dari Megara pada 667 SM dan dinamakan menurut raja mereka, Byzas. Nama “Bizantium” adalah Latinisasi nama Yunani asli Byzantion. Kota ini kemudian direbut oleh Roma dan mengalami kerusakan parah pada tahun 196. Bizantium kemudian dibangun kembali oleh kaisar Romawi Septimius Severus. Konstantinus yang Agung pada 330, menamakannya ulang menjadi Nova Roma (Roma Baru) atau Konstantinoupolis (Konstantinopel). Sejak saat itu, Kekaisaran Romawi Timur yang menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota hingga 1453. Setelah direbut oleh Turki Usmani, dan menjadi bagian wilayah Turki modern, Bizantium atau Konstantinopel diganti menjadi Istambul pada 1930. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/ Bizantium.

[7] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, (Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H). juz 2, hal 511-512.

[8] Ibnu Katsir, al-Bidayah., op. cit., juz 7, hal. 30.

[9] Babylonia, dinamai sesuai dengan ibukotanya, Babel, adalah negara kuno yang terletak di selatan Mesopotamia (sekarang Irak), di wilayah Sumeria dan Akkadia. Babel pertama disebut dalam sebuah tablet dari masa pemerintahan Sargon of Akkad, dari abad ke-23 SM. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Babilonia

[10] Ibnu Katsir, al-Bidayah., op. cit., juz 7, hal. 100.

[11] Ibid., juz 7, hal. 47.

[12] Ibnu Khaldun, Tarikh., op. cit., juz 2, hal. 536.

[13] Ibid., juz 2, hal. 543.

No comments:

Post a Comment